Kompolnas Selidiki Dugaan Pemerasan Bandar Narkoba oleh Oknum Perwira Polda NTB

INDOPOSCO.ID – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turun tangan menyelidiki dugaan pemerasan terhadap seorang bandar narkoba yang diduga dilakukan oleh oknum perwira di Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB).
Kasus ini mencuat setelah beredar laporan bahwa oknum perwira tersebut meminta sejumlah uang sebagai “uang tutup kasus” agar bandar narkoba yang ditangkap tidak diproses lebih lanjut.
Komisioner Kompolnas, Irjen (Purn) Ida Oetari Poernamasari, menegaskan bahwa pihaknya sedang mengumpulkan bukti dan memverifikasi kebenaran laporan tersebut.
“Kami tidak akan tinggal diam jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang seperti ini,” katanya kepada INDOPOSCO, Selasa (25/2/2025).
“Kami menunggu klarifikasi dari Polda NTB,” imbuhnya.
Sebagai informasi, Pemilik supermarket Ida Mart di Gili Trawangan, Ida Adnawati (46), menjalani pemeriksaan di Polda Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sebelumnya, Ida yang ditangkap karena mengedarkan narkotika jenis *magic mushroom* (jamur tahi sapi) mengaku telah diperas oleh seorang perwira menengah Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda NTB dengan nilai mencapai ratusan juta rupiah.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, pemeriksaan terhadap Ida dilakukan berdasarkan surat pemanggilan Nomor SPG/40/11/WAS 2.1/2025/Bidpropam. Ida dipanggil untuk menjalani pemeriksaan pada 10 Februari 2025.
Dalam surat yang beredar, Ida diminta hadir untuk memberikan keterangan sebagai saksi terkait dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri yang diduga dilakukan oleh Kasubdit 1 Ditresnarkoba Polda NTB, Kompol DS. Pemeriksaan ini dilakukan oleh akreditor Iptu Ghufron Subeki di ruang pemeriksaan Subbidwabprof Bidpropam Polda NTB.
“Dugaan adanya permintaan sejumlah uang dari Ida Adnawati untuk membantu dalam penanganan kasus narkotika jenis *magic mushroom*,” demikian isi surat tersebut.
Saat dikonfirmasi, Iptu Ghufron Subeki belum memberikan tanggapan, baik melalui panggilan telepon maupun pesan WhatsApp.
Sementara itu, Kepala Bidang Propam Polda NTB, Kombes Dedy Darmawansyah, menyarankan agar konfirmasi lebih lanjut dilakukan kepada Kepala Bidang Humas Polda NTB. “Konfirmasi ke Kabid Humas, ya. Mohon maaf,” ujar Dedy singkat pada Jumat (21/2/2025).
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Muhammad Kholid, juga belum memberikan penjelasan rinci terkait kasus ini. “Saya cek dulu, ya,” jawabnya singkat.
Di pihak lain, kuasa hukum Ida Adnawati, Lalu Anton Hariawan, berharap Bidang Propam Polda NTB bersikap transparan dalam menangani laporan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh penyidik Ditresnarkoba Polda NTB.
“Kami meminta kejelasan mengenai perkembangan laporan kami,” ungkap Lalu Anton Hariawan.
Saat ini, Ida masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Mataram. Meskipun telah menghadirkan saksi dan bukti dalam persidangan, Anton menyayangkan tuntutan tinggi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya.
Menurut Anton, beberapa minggu lalu, dua anggota polisi mengembalikan uang dengan nominal Rp 100 juta dan Rp 150 juta. “Mungkin mereka khawatir laporan ini diproses oleh Propam Polda NTB,” ujarnya.
Dalam persidangan, Ida Adnawati dituntut hukuman penjara selama delapan tahun karena dinyatakan bersalah melakukan pemufakatan jahat dalam menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I. Ia didakwa melanggar Pasal 111 Ayat (1) juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sebelumnya, Ida yang ditangkap karena menjual *magic mushroom* kepada wisatawan asing mengaku telah diperas oleh perwira menengah Ditresnarkoba Polda NTB. Atas kejadian tersebut, ia kemudian melaporkan kasus ini ke Mabes Polri.
“Laporan kami sampaikan secara langsung ke Biro Wassidik Mabes Polri, Biro Pengawasan, Penyidikan, dan Pembinaan Profesi Divisi Propam Mabes Polri, serta Biro Paminal Divisi Propam Mabes Polri,” ungkap Lalu Anton Hariawan pada Jumat (20/9/2024).
Dalam laporannya, Ida menuding adanya penyalahgunaan wewenang oleh perwira menengah yang menangani kasusnya. Perwira tersebut diduga meminta uang ratusan juta rupiah sebelum Ida ditetapkan sebagai tersangka.
“Dalam pengaduan masyarakat (dumas) yang kami sampaikan, seluruh bukti permintaan uang terhadap klien kami telah dilampirkan. Ada permintaan sebesar Rp 300 juta, dan ada juga yang meminta Rp 100 juta,” ujar Anton. (fer)