Nusantara

Anak Rentan Menjadi Korban Kekerasan Seksual, Hukuman Harus Dimaksimalkan

INDOPOSCO.ID – Pasca pengeksploitasian ekonomi terhadap anak yang dicat silver di Tangerang Selatan, dalam waktu dekat masyarakat dipertontonkan kondisi keji, ada tiga orang anak diduga telah menjadi korban kekerasan seksual oleh ayah kandungnya di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Meskipun kasusnya telah terjadi sejak 2019 lalu, tetapi hari-hari ini menjadi viral, karena baru belakangan ada dewa penolong bagi si ibu dari anak-anak korban, yang berani speak up (angkat bicara), menuliskan kronologi kejadian dengan lengkap, dan akhirnya mendapatkan atensi berbagai pihak.

Terhitung sekitar tiga sampai empat bulan lalu, ada juga satu kasus yang sangat membuat perasaan miris, terjadi di Sekolah Selamat Pagi Indonesia, Batu, Jawa Timur. Dimana, ada puluhan anak yang diduga telah menjadi korban kejahatan seksual oknum pendiri sekolah tersebut.

Kejadian keji ini, bahkan diduga telah berlangsung selama bertahun-tahun, sampai dengan ada yang dapat membantu memberikan solusi bagi para korban.

Tidak menutup kemungkinan, esok lusa kita tetap akan mendapatkan kabar berita tentang hal yang masih sama, satu perbuatan yang bukan saja melanggar hak asasi. Bahkan mendegradasi hak-hak seseorang, terutama perempuan dan anak.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten, Iip Syafrudin menilai, benang merah utama tindakan kekerasan seksual selain pada mindset (pola pikir) para pelaku yang sudah kadung berpikir kotor, adalah faktor ketimpangan relasi kuasa.

Pelaku merasa memiliki otoritas atas korban. Pelaku merasa lebih dominan dan mempunyai kesempatan untuk dapat melakukan dominasi terhadap korban.

“Ketimpangan relasi kuasa dapat dicontohkan. Misal antara orangtua dengan anaknya, dosen dengan mahasiswa, senior dan juniornya, atasan dan bawahannya, atau antara banyak orang dengan satu orang, dan sebagainya. Bahkan, bisa saja relasi kuasa terjadi antara seseorang dengan orang yang disukai atau dikaguminya, meskipun tak punya hubungan langsung,” katanya kepada Indoposco, Sabtu (9/10/2021).

Ia menyatakan, secara personal dan kelembagaan, teramat sangat mengapresiasi sikap korban atau keluarga korban untuk mengungkap pengalaman pelecehan seksual dan pengalaman pelanggaran Hak Asasi Manusi (HAM) lainnya.

Menurutnya, pengungkapan merupakan satu hal yang sulit dilakukan oleh korban. Sebab, membutuhkan keberanian untuk mengingat kembali pengalaman yang traumatis dan juga adanya kemungkinan untuk menghadapi serangan balik dari para pelaku tersebut.

“Serangan balik yang paling sering adalah justru menyalahkan korban, penyangkalan bahkan menuntut balik korban,” ungkapnya.

Meski saat ini sudah ada dan tersedia sedemikian banyak instansi layanan dan pengaduan bagi korban, akan tetapi dapat diyakini, masih banyak kasus-kasus serupa yang tidak terungkap dan diketahui oleh berbagai layanan tersebut dan juga negara. Hal ini dimaklumi, mengingat keberpihakan kepada para korban tidak lebih baik dari perlakuan hukum kepada para pelaku.

“Saya berangan dan sungguh mengharapkan, sejatinya penanganan proses hukum kejahatan seksual harus dan wajib berorientasi pada korban, bukan hanya pada aspek keterpenuhan hukum semata,” ujarnya.

Melihat kasus di Luwu Timur tersebut, yang proses hukumnya hanya dua bulan saja. Kemudian dikeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), tanpa mendalami lebih lanjut tentang dugaan kekerasan seksualnya. Alih-alih melakukan second opinion dengan cara pemeriksaan forensik mendalam terhadap para korban, malah sebaliknya dipandang tak cukup bukti dan unsur yang hanya berdasar dari satu instansi saja.

Ia berharap, ada upaya pemaksimalan rehabilitasi fisik dan psikis korban. Baik dalam Undang-undang (UU) Perlindungan Anak, Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan juga KUHP tentang tindakan kekerasan seksual (UU Penghapusan Kekerasan Seksual sampai dengan saat ini masih dalam bentuk Rancangan UU di DPR), sudah tersaji proses dan cara rehabilitasi bahkan sampai dengan proses restitusi.

“Akan tetapi pada realisasinya, intervensi ini masih sangat jauh panggang dari api. Melihat berbagai realitas di atas, maka sangat dimaklumi terjadi, ada sedemikian banyak (anak jadi korban kekerasan seksual),” jelasnya. (son)

Back to top button