Satu Tahun Belajar Daring, Akses Internet masih Jadi Masalah di Serang

INDOPOSCO.ID – Sudah lebih dari satu tahun sistem pembelajaran dalam jaringan (daring) diterapkan. Sulitnya akses internet, siswa tidak memiliki handphone android dan tumpukan tugas jadi keluhan wali murid kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Serang.
Entah sampai kapan virus corona akan terus membayangi kehidupan manusia. Riset dari para ahli menjadi tumpuan pemerintah dalam menentukan kebijakan guna melawan Covid-19.
Salah satu kebijakan yang keluar dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim adalah Surat Edaran (SE) nomor 4 tahun 2020 yang diperkuat dengan SE Sesjen nomor 15 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan BDR selama darurat Covid-19.
Semua daerah diwajibakan untuk menutup sekolah agar anak tidak menjadi korban penularan virus corona. Sehingga, sekolah tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Pada 16 Maret 2020, sekolah di Kota Serang pertama kali menggelar belajar daring.
Sepanjang dengan perkembangan kondisi, kebijakan terus mengalami perubahan. Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri dikeluarkan dan membolehkan daerah membuka sekolah dengan syarat memenuhi standar protokol kesehatan.
Banyak dorongan dari orangtua yang jenuh dengan belajar daring, Pemerintah Kota (Pemkot) Serang menindaklanjuti kebijakan SKB 4 Menteri itu dengan melakukan simulasi pembelajaran tatap muka. Namun dalam umur dua hari, kebijakan itu tidak dapat diterapkan karena perubahan status Kota Serang dari zona kuning menjadi zona oranye.
“Ternyata 18 Agustus kita mampu belajar tatap muka. Tapi usianya 2 hari, ribut. Karena zonanya oranye. Tapi faktanya tanggal 19 Agustus tadinya kuning jadi oranye kami melaporkan kepada pak Wali Surat Perintah Kadindik untuk menarik kembali,” kata Kepala Dinas Dindikbud Kota Serang Wasis Dewanto, Senin (22/3/2021).
Wasis mengaku banyak kendala yang dihadapi dalam proses pelaksanaan belajar di rumah. Sebab, tidak semua wali murid memiliki fasilitas handphone android untuk menunjang siswa belajar. Ditambah, murid dipusingkan dengan banyaknya beban tugas di setiap mata pelajaran.
“Belajar di rumah diterjemahkan oleh masyarakat online. Tidak semua online, kami hafal tidak semuanya mampu. Di keluarga HP cuma satu, itu akan masalah, anaknya 3. Pada saat online ini jadi masalah,” ungkapnya.
Sehingga, pihaknya mengintruksikan kepada Kepala Sekolah untuk bijak dalam melayani keluahan wali murid. Metode pembelajaran dilakukan dengan cara daring dan luar jaringan (Luring). Bahkan, ada terobosan kebijakan sekolah meminjamkan tabs untuk siswa yang tidak memiliki handphone.
“Pembelajaran dilakukan 2 cara, pertama online atau daring, kedua luring. Caranya tugas diambil orangtua kepada guru dengan tidak berkerumun. Terobosan kita untuk membantu fasilitas. Ada beberapa sekolah seperti SMP 2 meminjamkan tabs. Jadi ada yang belajar di rumah dan sekolah,” terangnya.
Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Dindikbud Kota serang, Sarnata menambahkan, sulitnya akses internet turut menjadi kendala pelaksanaan belajar daring. Padahal secara letak geografis, Kota Serang adalah Ibu Kota dari Provinsi Banten.
“Tidak semua wilayah di Kota Serang terjangkau internet, seperti di Walantaka beberapa keluarhan tidak terjangkau. Bagi wilayah yang tidak terjangkau internet, menggunakan metode luring,” ujarnya.
Selain itu, siswa mengeluhkan beberapa mata pelajaran yang sulit dimengerti dalam belajar daring. Seperti pelajaran Matematika (MTK) dan Fisika. Penjelasan tidak cukup disampaikan satu kali dan perlu dibimbing secara berkelanjutan.
“Tidak semua pelajaran tidak bisa semua daring. Seperi MTK, Fisika harus ada penjelasan lebih,” paparnya.
Di samping itu, seiring dengan pandemi Covid-19, Mendikbud memberikan keleluasaan untuk sekolah dalam membelanjakan dana Bantuan Operasional Daerah (BOS), dalam menunjang proses pembelajaran siswa berkrasi secara merdeka.
“BOS diperuntukan sama dengan 2020 dan 2021. Sesuai Permindikbud 2021 untuk mendukung merdeka belajar daring dan luring. Semua anak diberikan berkreasi dan inovasi sesuai bakat dan minat anak. Belanja pegawai dibatasi 50 persen. Pembelian barang tidak ditentukan kualitas dan kuantitas,” jelasnya. (son)