Mulai Bahas DIM, Komisi VIII Targetkan RUU Haji dan Umroh Disahkan 26 Agustus

INDOPOSCO.ID – Komisi VIII DPR RI bersama Panitia Kerja (Panja) Pemerintah resmi memulai pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Rapat Panja digelar di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menekankan pentingnya efektivitas waktu mengingat agenda revisi UU ini harus segera diselesaikan agar tidak mengganggu persiapan penyelenggaraan haji. Ia mengusulkan metode pembahasan DIM dilakukan melalui sistem kluster per bab.
“Jadwal hari ini kita memulai pembahasan DIM. Saya mengusulkan cara membahas DIM per kluster, sehingga lebih terstruktur. Kita sepakati dulu tata cara pembahasan ini, agar lebih efisien,” ujar Marwan di Gedung DPR RI.
Marwan menjelaskan, sebelumnya Komisi VIII DPR RI bersama Menteri Agama, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan Badan Pelaksana Haji (BPH) telah menyetujui penggunaan dana muka dari BPKH. Dana tersebut diperlukan untuk memblok area penting di Arab Saudi, seperti Arafah dan Mina, yang menjadi lokasi vital bagi jamaah haji Indonesia.
“Kalau tidak segera diblok, area tersebut akan diberikan kepada pihak lain. Karena itu, persetujuan penggunaan dana muka BPKH sangat mendesak agar jamaah kita tetap terjamin kenyamanannya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Marwan menyampaikan bahwa Komisi VIII DPR RI telah menyiapkan jadwal padat pembahasan RUU ini. Rencananya, pengambilan keputusan tingkat I akan dilakukan pada Senin (25/8/2025), sebelum dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (26/8/2025).
“Waktu kita sangat terbatas. Mulai hari ini sampai Senin, pembahasan harus tuntas. Senin sore kita putuskan di tingkat I, lalu Selasa dibawa ke paripurna untuk tingkat II. Ini sudah dikonsultasikan dengan pimpinan DPR dan disetujui,” tegas Marwan.
Politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga menekankan bahwa revisi UU No. 8 Tahun 2019 ini tidak mengubah banyak substansi, namun lebih pada penyesuaian struktural kelembagaan dan merespons dinamika kebijakan Pemerintah Arab Saudi. Salah satunya terkait relevansi pembentukan Panja penyelenggaraan haji yang dinilai perlu dipercepat.
“Kalau selama ini Panja baru dibentuk pada bulan September atau Oktober, maka itu sudah terlambat. Kami mengusulkan Panja bisa dibentuk paling lama satu bulan setelah pelaksanaan ibadah haji selesai,” papar Marwan.
Ia menambahkan, percepatan pembahasan RUU ini juga penting agar tidak menimbulkan keraguan pada penyelenggara, baik Kementerian Agama maupun Badan Haji, dalam menjalankan tugasnya.
“Kalau keputusan ini ditunda-tunda, jamaah bisa terancam, dan Kementerian Agama pun bisa kebingungan karena perintah undang-undangnya belum jelas. Karena itu, demi kepastian hukum dan perlindungan jamaah, revisi ini harus segera kita tetapkan,” papar Marwan. (dil)