Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Formappi: Kembali ke Orba

INDOPOSCO.ID – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menegaskan menolak usulan yang diwacanakan oleh Kefua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Partai Golkar agar pemilihan kepala daerah tidak dipilih secara langsung oleh tlrakyat, melainkan melalui pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Menururtnya, alasan bahwa pemilihan secara langsung telah menimbulkan perpecahan di antara warga adalah hal yang berlebihan.
“Usulan Ketua Umum Golkar, Bahlil, terkait perubahan sistem Pemilu kepala daerah dari langsung ke tidak langsung sebagai sebuah sikap politik tentu wajar-wajar saja. Akan tetapi sebagai sebuah sikap politik, alasan Bahlil ini tidak memiliki alasan yang kuat. Karena alasan pilkada langsung bikin warga terpecah itu terlihat lucu untuk tidak mengatakan aneh,” kata Lucius Karus kepada INDOPOSCO, Jumat (1/8/2025).
Ia menjelaskan, sebagai sebuah momen kontestasi, perbedaan yang terjadi antarwarga bisa dari pilihan calon yang berbeda tentu sesuatu yang tak terhindarkan. Akan tetapi perbedaan-perbedaan itu umumnya berakhir ketika Pilkada selesai.
Bahkan, urusan keterpecahan warga karena kontestasi pemilihan tak hanya ada di pilkada saja. Pemilu presiden juga warga terpecah berdasarkan pilihan kandidat masing-masing.
“Tetapi, jika perpecahan itu berarti sesuatu yang jadi kondisi tetap bahkan setelah pilkada berakhir nampaknya belum terjadi. Bahwa di media soal terlihat ada pengelompokan orang berdasarkan pilihan mereka saat Pemilu, ya itu tak selalu berarti di dunia nyata orang-orang itu terpecah belah atau bermusuhan,” ujar Lucius.
Jadi, katanya, perpecahan yang dimaksud Bahlil hingga ingin mengubah sistem pilkada menjadi tidak langsung itu tidak terjemahkan dengan baik.
“Warga sendiri nampak akur-akur saja setelah Pilkada. Kalau ada perbedaan setelah Pilkada, umumnya hanya nostalgik saja. Atau pada umumnya lebih banyak terjadi di.media sosial,” imbuhnya.
Maka, kata Lucius, terlihat alasan Bahlil nampak tak kuat. Kesannya Bahlil cuma mengekor Muhaimmin yang terlebih dahulu menyampaikan hal yang sama. Dan Muhaimin sebenarnya juga ngekor sama Prabowo.
“Terlihat betul partai-partai ini ngga mau repot dengan Pilkada Langsung. Bukan karena ada hal buruk dari Pilkada Langsung tetapi lebih karena parpol mau gampang dan mau enak saja,” cetusnya.
Lebih bijak, ujar Lucius, sebenarnya jika Bahlil meminta Fraksi Golkar untuk melakukan evaluasi untuk kepentingan mendorong revisi UU Pemilu dan pilkada dalam pembahasan di DPR nanti.
“Jadi Bahlil enggak usah nyerocos dulu sebelum evaluasi itu selesai, biar ketika diumumkan ada argumentasi jelas soal pilihan sistem Pilkada yang diinginkan,” tegasnya.
Lebih parah usulan Golkar ini, lanjutnya, hanya semacam ekspresi nostalgia pada Orde Baru (Orba), ketika mereka menjadi penguasa.
“Melihat Golkar sekarang yang mentok di nomor kedua terus perolehan suaranya, impian mengembalikan kejayaan orba itu muncul. Sistem pilkada mungkin jadi kelinci percobaan pertama sebelum.mengobrak-abrik yang lain demi Golkar mada lalu yang pernah Jaya,” pungkasnya.
Diketahui, Ketum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyetujui usulan Ketum PKB Muhaimin Iskandar bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Menurutnya, Golkar sudah membicarakan hal ini sejak lama di HUT Golkar pada Desember 2024. Bahkan, penataan sistem demokrasi melalui perubahan undang-undang politik termasuk pemilihan kepala daerah oleh DPRD ini masuk dalam pidatonya di momen itu.
“Bukan saya yang sama dengan Cak Imin, Golkar sudah bicara itu duluan sejak HUT Golkar. Bahwa kami punya pandangan sama, karena memang rasionalitas berpikirnya,” kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (28/7/2025).
Bahlil menyampaikan partainya memiliki beberapa opsi, salah satunya pemilihan kepala daerah oleh parlemen di tingkat wilayah. Pasalnya, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai dasar negara pun tidak menegaskan bahwa pemilihan bupati hingga wali kota itu harus dilaksanakan dengan pemilihan langsung.
“Tapi dilakukan secara demokratis. Dan dalam berbagai hal saya katakan bahwa demokrasi itu bukan instrumen dalam pencapaian tujuan negara,” ucap dia. Di sisi lain, pemilihan langsung dianggap memiliki beberapa kerugian.
Salah satunya, kata Bahlil, terjadi perselisihan antara keluarga hanya karena perbedaan pandangan dan pilihan politik. Oleh karena itu, Bahlil menyatakan, Indonesia perlu mencari instrumen yang baik dan relevan dengan budaya ketimuran.
“Jangan setiap pilkada berkelahi, tetangga-tetangga. Kita cari instrumen yang baik, yang juga bisa mendekatkan pada budaya ketimuran kita. Jangan setiap Pilkada berkelahi. Tetangga-tetangga, tadinya bersaudara gara-gara Pilkada, tidak saling bertegur sapa,” bebernya.
Adapun saat ini, lanjutnya, Golkar tengah mengkaji opsi itu. Begitu pula membuat skema alternatif penataan sistem demokrasi.
“Golkar dalam posisi sekarang itu lagi membuat berbagai alternatif, lagi membuat kajian-kajian, skema-skemanya. Salah satu skemanya itu memang lewat DPR. Salah satu skemanya tapi sekarang kita lagi menyusun,” tandas Bahlil. (dil)