Nasional

Tren Kecelakaan Kerja di Indonesia Meningkat, OPSI Beberkan Penyebabnya

INDOPOSCO.ID – Konferensi Perburuhan Internasional atau International Labour Conference (ILC) ke-113 di Jenewa, Swiss mengangkat tiga isu utama yang menjadi perhatian dunia yakni bahaya biologis di tempat kerja, pekerja platform digital, dan formalisasi pekerja informal.

Konferensi yang diselenggarakan Organisasi Buruh Internasional (ILO) ini membahas perlindungan dari bahaya biologis di tempat kerja khususnya tentang penguatan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hal ini untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan mendukung keberlangsungan usaha.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, pemerintah saat ini masih belum bisa memastikan lingkungan kerja menjadi aman. Sehingga berpotensi menurunkan kecelakaan kerja termasuk Penyakit Akibat Kerja (PAK).

“Tren kecelakaan kerja di Indonesia menunjukkan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir,” ujar Timboel melalui gawai, Senin (9/6/2025).

Ia menyebut, pada 2022 lalu tercatat 298.137 kasus, meningkat menjadi 370.747 kasus pada 2023, dan hingga Oktober 2024, jumlahnya telah mencapai 356.383 kasus.

Menurut Timboel, bahaya biologi di tempat kerja adalah risiko yang berasal dari organisme hidup atau zat yang dihasilkan oleh makhluk hidup, dan dapat menyebabkan penyakit atau gangguan kesehatan kepada pekerja.

“Bahaya biologis ini seperti Bakteri dan Virus, misalnya, pekerja di rumah sakit atau laboratorium bisa terpapar patogen seperti tuberkulosis atau hepatitis,” bebernya.

“Lalu Jamur dan Spora seperti Pekerja di gudang atau industri pertanian bisa menghadapi risiko alergi atau infeksi akibat paparan jamur; Parasit seperti yang ditemukan dalam air yang terkontaminasi atau pada hewan yang ditangani oleh pekerja peternakan; dan produk biologis termasuk toksin alami, seperti racun dari tumbuhan atau hewan,” sambungnya.

Timboel mengungkapkan, bahaya tersebut sering ditemukan di sektor kesehatan, pertanian, laboratorium, dan industri makanan. Perlindungan seperti penggunaan alat pelindung diri (APD), sanitasi yang baik, serta pelatihan keselamatan sangat penting untuk mengurangi risiko.

“Upaya untuk menekan angka kecelakaan kerja harus terus dilakukan, termasuk penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3),” tegasnya.

Timboel menambahkan, faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan kecelakaan kerja adalah rendahnya peran pengawasan dan penegak hukum kepada Perusahaan terkait K3 ini. Masih banyak Perusahaan memaknai K3 dan SMK3 ini sebagai beban biaya.

Sehingga, lanjutnya, perusahaan tidak serius memfasilitasi upaya mencegah K3 seluruh pekerjanya seperti menyediakan APD bagi pekerja. Kondisi ini, menurut dia, diperparah oleh persepsi salah perusahaan yang menyatakan, kalau pun terjadi kecelakaan kerja atau PAK maka ada BPJS Ketenagakerjaan yang akan menjamin seluruh biaya perawatan dan berbagai santunan bila pekerja meninggal karena PAK tersebut.

“Persepsi salah ini yang menyebabkan pekerja sebagai subyek yang harus dilindungi menjadi tergerus. Pasal 86 dan Pasal 87 UU No.13 Tahun 2003 sudah sangat jelas mengatur tentang K3,” ungkap Timboel. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button