Nasional

Kasus Korupsi di Peradilan Terus Terulang, Pengamat Sentil Kinerja MA

INDOPOSCO.ID – Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih tidak habis pikir kasus hukum di lingkungan peradilan terus terulang. Tentu terlibatnya majelis hakim dalam kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor clude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng periode 2021-2022 bukan kasus korupsi yang pertama menimpa penegak hukum.

Ia kemudian menyinggung evaluasi sistem peradilan apakah sudah dijalankan dengan optimal. Kritik dari masyarakat menjadi sangat penting memperbaiki kondisi hukum saat ini, meski hakim tidak bisa terpengaruh saat memutuskan suatu perkara.

“Saya geram sekali. Ini permasalahannya jadi pertanyaan, apakah kasus-kasus terdahulu memang tidak dievaluasi, tidak dibebani atau apakah tidak ada keinginan membenahi,” kata Yenti melalui keterangan video, Jakarta, Jumat (18/4/2025).

Terungkapnya kasus majelis hakim dalam kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor CPO harus menjadikan Mahkamah Agung membenahi sistem peradilan di Indonesia. Khususnya dalam menegakkan prinsip keadilan.

“MA harus berbenah. Kasus Zarof Ricar (mantan pejabat MA) harus tuntas. Bersihkan MA dari hakim-hakim korup, yang menurut media ada sejumlah hakim yang terjerat korupsi selama 10 tahun,” ujar Yenti.

Menurutnya, kasus itu seakan mengindikasikan bahwa MA tidak melakukan apa-apa setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan korupsi makelar kasus di Mahkamah Agung yang melibatkan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil, Zarof Ricar.

“MA tidak beberes waktu terungkap Zarof Ricar, makanya terjadi lagi, terjadi lagi,” kritik Yenti.

Di sisi lain, peran Komisi Yudisial (KY) juga harus dioptimalkan. Sementara bagi para tersangka harus mendapat vonis berat untuk memberikan efek jera. “Perbaiki sistem peradilan. Pengawasan hakim. Berikan hukuman yang setimpal,” imbuh mantan Ketua Pansel Capim KPK itu.

Empat hakim yang menjadi tersangka kasus itu yakni, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom. Keduanya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Djuyamto, seorang hakim dari PN Jaksel. Arif Nuryanta diduga menerima suap Rp60 miliar.

Mereka telah ditahan selama 20 hari di rutan cabang Kejagung. Para tersangka disangkakan melanggar pasal berlapis yakni Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 B juncto Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 juncto Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Empat hakim terlibat kasus suap menambah catatan buruk di lingkungan pengadilan. Kejaksaan Agung bahkan telah menetapkan mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rudi Suparmono (RS) sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur, yakni pengurusan vonis bebas. (dan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button