Komisi X Minta Mendikti Saintek yang Baru Selesaikan Polemik Tukin Dosen, Beasiswa, dan BOPTN

INDOPOSCO.ID – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (MendiktiSaintek) yang baru, Prof Brian Yuliarto diminta segera menuntaskan pekerjaan rumah (PR) yang ditinggalkan oleh pendahulunya, yang sampai saat ini masih menjadi polemik di masyarakat, yakni tunjangan kinerja (tukin) dosen, beasiswa dan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Hal tersebut ditegaskan oleh Wakil Ketua Komisi X Lalu Hadrian Irfani.
“Banyak PR yang harus segera diselesaikan oleh Mendikti Saintek yang baru. Pertama, soal Tukin. Dalam rapat kerja terakhir, anggaran sebesar Rp2,5 triliun untuk Tukin belum dimasukkan. Kami di Komisi X DPR RI masih terus memperjuangkan agar anggaran ini masuk dalam APBN 2025,” ujar Lalu Hadrian, dalam keterangan persnya, Jumat (21/2/2025).
Sebelumnya, pada Rabu (19/2/2205), Presiden Prabowo Subianto melakukan pergantian menteri Dikti Saintek, dari Satryo Soemantri Brodjonegoro kepada guru besar di Fakultas Teknologi Industri (FTI) Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Brian Yuliarto.
Lalu Hadrian menegaskan, aturan pencairan Tukin harus segera diterbitkan agar dapat tersalurkan kepada para penerima.
“Kami mendorong Mendikti Saintek yang baru agar tegas dalam menerbitkan aturan pencairan Tukin. Jika instruksi presiden (Inpres) sudah keluar, segera keluarkan Peraturan Menteri Dikti Saintek (Permen Dikti Saintek), lalu terbitkan pedoman pencairannya. Tukin ini adalah tunjangan kinerja yang berbasis capaian dosen, dan pedomannya harus jelas agar bisa segera dibayarkan,” jelasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti pemerataan beasiswa bagi mahasiswa, baik di perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS). Menurutnya, tidak semua PTS memiliki kondisi keuangan yang mandiri, sehingga masih ada yang membutuhkan dukungan pemerintah melalui program beasiswa.
“Beasiswa harus merata, baik di PTN maupun PTS. Saat ini, ada PTS yang sudah mandiri, tetapi ada juga yang masih memerlukan bantuan pemerintah. Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah melalui beasiswa,” ucapnya.
Lebih lanjut, Lalu Hadrian menyoroti BOPTN, yang dinilai harus dikelola dengan tepat agar tidak berdampak pada kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa. Ia menegaskan bahwa usulan pemotongan BOPTN tidak boleh mencapai 50 persen, melainkan cukup di bawah 5 persen agar tidak membebani operasional perguruan tinggi.
“BOPTN harus dipertegas. Jangan sampai mahasiswa terbebani dengan kenaikan UKT hanya karena BOPTN dipotong. Kami sudah berkoordinasi dengan Mendikti Saintek sebelumnya dan memastikan bahwa pemotongan BOPTN tidak boleh lebih dari 5 persen. Dengan formula ini, semua kebutuhan operasional perguruan tinggi tetap bisa terpenuhi,” tegasnya.
“Komisi X DPR RI akan terus mengawal kebijakan di sektor pendidikan tinggi agar tetap berpihak kepada mahasiswa dan tenaga pendidik. Dengan adanya perhatian lebih pada Tukin, beasiswa, dan BOPTN, diharapkan sistem pendidikan tinggi di Indonesia semakin berkualitas dan berkeadilan,” pungkasnya menambahkan.
Anggota Komisi X DPR RI Dewi Coryati juga turut menyoroti polemik tukin dosen yang belum dibayarkan sejak tahun 2020 hingga 2024.
Menanggapi aksi tersebut, menegaskan pentingnya kesejahteraan dosen untuk menunjang kualitas pendidikan di Indonesia.
“Kalau kita mau dosen mengajar dengan baik, tentu kesejahteraannya harus terjamin. Jangan sampai nanti seperti di dalam rapat komisi, para dosen mengatakan, bagaimana kita ingin memintarkan anak orang lain, sementara anak kita sendiri di rumah keleleran,” ujar Dewi.
Politisi Fraksi PAN ini juga menekankan bahwa tunjangan kinerja adalah hak para dosen dan pemerintah harus mulai memikirkan untuk dipenuhi. “Selanjutnya, kesejahteraan dosen harus mulai menjadi prioritas kita,” tambahnya.
Anggota Komisi X DPR RI lainnya, Sofyan Tan, turut memberikan tanggapannya. Ia menyoroti rendahnya gaji dosen di Indonesia dibandingkan dengan pekerja di sektor lain.
“Gaji dosen kita itu sangat rendah. Artinya, tidak lebih baik daripada pekerjaan seorang buruh di pabrik yang UMR-nya seperti itu. Ya kalau di Jakarta kan sudah 4 jutaan, dan mereka mendapat yang seperti itu, UMR-nya itu,” ujarnya.
Menurutnya, tunjangan kinerja merupakan hak yang sah bagi dosen dan telah diatur dalam undang-undang. “Tukin itu bukan barang haram. Tukin itu adalah salah satu reward yang diberikan kepada dosen yang memiliki kinerja baik. Karena kalau dosen memiliki kinerja yang baik, dampak positifnya adalah peningkatan prestasi mahasiswa,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sofyan Tan menegaskan bahwa peningkatan kesejahteraan dosen akan berdampak pada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Ia mengingatkan bahwa jika pemerintah ingin mencapai target Generasi Emas 2045, maka kesejahteraan tenaga pendidik harus menjadi prioritas sejak sekarang.
“Jangan sampai anak-anak pintar justru tidak mampu meng-upgrade dirinya untuk menikmati pendidikan yang lebih tinggi yang bisa disumbangkan kepada negeri,” pungkas Legislator Dapil Sumut I itu. (dil)