PP Muhammadiyah Ajak Masyarakat Tingkatkan Transisi Energi Berkeadilan dari Ramadan

INDOPOSCO.ID – Ramadan merupakan momen penting bagi umat muslim untuk menginternalisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya dalam efisiensi dan transisi menuju sumber energi yang terbarukan.
Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Direktur Eksekutif Muhammadiyah Climate Center, Agus S. Djamil, mengatakan, pentingnya kemandirian energi.
“Saya merasa bahagia karena transisi energi kini menjadi isu yang diperbincangkan tidak hanya dalam lingkup akademik, tetapi juga dalam konteks agama,” ujar Agus dalam diskusi bertajuk ‘Cahaya Ramadan: Menjalani Ibadah Energi dengan Energi Berkelanjutan’ di Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Ia mengingatkan, agar pemerintah segera mewujudkan kemandirian energi. Pasalnya, saat ini sebagian besar energi dalam negeri masih bergantung pada impor. “Padahal Indonesia dianugerahi Tuhan dengan kekayaan energi, mulai energi air, panas bumi, laut, matahari, hingga angin,” katanya.
Agus juga menekankan pentingnya mewujudkan kemandirian energi menggunakan sumber energi terbarukan yang melimpah. Beberapa contoh yang disebutkan adalah memanfaatkan sungai untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), serta potensi panas bumi dan energi laut.
Ia menambahkan, sumber energi berkelanjutan juga harus mempertimbangkan biaya Levelized Cost of Electricity (LCOE) yang rendah dan pengembalian investasi energi yang optimal.
Dalam acara ini, juga disosialisasikan Buku Fikih Transisi Energi Berkeadilan, yang telah melalui proses penulisan inklusif dari tahap diskusi hingga penulisan, melibatkan masyarakat yang terdampak. Buku ini diharapkan dapat menjadi landasan kerja bersama umat Islam dalam mendukung ambisi transisi energi Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Qaem Aulassyahied dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menekankan adanya disparitas ekonomi dalam energi. Sehingga penggunaan dan pemanfaatan sumber daya menjadi tidak seimbang.
Menurutnya, salah satu persoalan penting adalah kepemilikan dan bagaimana mengatur penggunaannya untuk kesejahteraan bersama. “Keserakahan dan kejahatan struktural dapat merusak sistem perekonomian, termasuk energi. Maka wujud konservasi energi yang bisa kita lakukan yaitu melakukan penghematan energi dan mengupayakan pencarian energi alternatif,” ungkap Qaem.
Dalam diskusi ini juga dibahas berbagai upaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pemanfaatan energi yang lebih bijak di tingkat rumah tangga melalui praktik penghematan energi sehari-hari.
“Kami telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penghematan energi,” ujar Eko Sudarmawan, Pokja Bimbingan Teknis Konservasi Energi dari Dirjen EBTKE, Kementerian ESDM.
“Di salah satu area di Jakarta, kami berhasil mendorong pengurangan tagihan listrik di hingga 75 persen rumah tangga dalam waktu 3 bulan saja, melalui langkah sederhana dan diterapkan sehari-hari,” imbuh Eko.
Eko menjelaskan rata-rata di rumah tangga, penggunaan AC menyumbang 50-60 persen konsumsi listrik. Selain itu, dengan tata pencahayaan yang lebih banyak memanfaatkan cahaya matahari di siang hari, masyarakat dapat mengurangi tagihan listrik hingga 15 persen.
“Penggunaan lampu LED juga direkomendasikan sebagai alternatif yang lebih hemat energi,” katanya.
Koordinator Nasional Greenfaith Indonesia, Hening Parlan menambahkan, bahwa bulan Ramadan adalah waktu yang penuh berkah dan introspeksi. “Jika kita tidak bijak dalam mengelola energi, kita justru memperbanyak pemborosan. Saya mengajak semua untuk ‘puasa energi’ di rumah dan di masjid. Mari kita matikan lampu saat tidak digunakan, terutama saat kita beribadah, untuk mengurangi konsumsi energi,” ujar Hening. (nas)