Pemerintah Sebut Gangguan Jiwa Tempati Urutan Kedua Beban Kesehatan

INDOPOSCO.ID – Prevalensi gangguan mental terutama masalah kecemasan dan depresi terus meningkat sejak 2018 lalu. Kolaborasi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan The University of Manchester, Badan Riset Nasional Indonesia (BRIN), Universitas Brawijaya dan sejumlah organisasi yang berfokus pada kesehatan mental terus melakukan riset terkait kesehatan jiwa.
Riset yang didanai oleh NIHR Global Health Research for Sustainable Care for anxiety and depression in Indonesia (Award ID NIHR134638) dengan menggunakan dana pembangunan internasional dari Pemerintah Inggris untuk mendukung penelitian kesehatan global ini menghasilkan solusi intervensi psikologis sederhana.
“Kesehatan jiwa ini menyangkut hidup berkualitas,” ujar Dirjen Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maria Endang Sumiwi di Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Ia menjelaskan, kesehatan jiwa menempati nomor dua menjadi beban kesehatan bukan penyebab kematian. Di antaranya depresi dan gangguan kecemasan. Jadi kami minta puskesmas bisa membantu masyarakat dalam pelayanan kesehatan jiwa,” katanya.
Di tempat yang sama, Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (UI) yang juga principal Investigator Sustainable Treatment for Anxiety and Depression in Indonesia (STAND-Indonesia) Herni Susanti menambahkan, riset untuk menemukan solusi yang lebih baik dari masalah kecemasan dan depresi di masyarakat.
Menurut dia, riset dilakukan sejak 2022 hingga 2026 dengan cakupan wilayah di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten. Secara spesifik, riset ini meliputi 6 daerah perkotaan dan 6 daerah pedesaan yang berada di Kota Tangerang, Kabupaten Bogor, dan Kota Semarang, serta Kabupaten Magelang, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Jombang sesuai Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.
“Polemik terberat dari peningkatan angka kecemasan dan depresi di Indonesia adalah dari seluruh individu yang mengalami masalah tersebut. Data Riskesdas 2018 hanya 9 persen yang mendapatkan pengobatan di pelayanan kesehatan,” bebernya.
Ia mengatakan, masyarakat pada umumnya belum melek informasi tentang ketersediaan layanan kesehatan dari pemerintah. Tak sedikit masyarakat takut dengan adanya stigma gangguan jiwa di masyarakat.
Hal yang harus kita sadari adalah bahwa kondisi kecemasan atau depresi dapat dibantu. Kondisi ini dapat mengakibatkan penurunan produktivitas hingga kejadian bunuh diri bila tidak ditangani,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Irmansyah mengatakan, hingga 2021 lalu tercatat bahwa jumlah tenaga profesional yang dapat memberikan perawatan kesehatan jiwa masih sangat minim di Indonesia. Oleh karena itu, fokus dari riset ini adalah mengembangkan sebuah model perawatan kesehatan jiwa sederhana bagi individu dengan cemas dan depresi.
Ia menyebut, program riset ini meliputi 5 tahapan yang kompleks. Sehingga membuahkan model perawatan bagi orang dengan kecemasan dan depresi.
“Hasil riset berbasis Pulau Jawa, angka depresi sebesar 4,42 persen dan angka kecemasan sebesar 5,68 persen.
“Prevalensi depresi dan kecemasan di Jawa Timur (Kabupaten Malang dan Jombang) menunjukkan angka yang lebih tinggi (8,79 persen), diikuti oleh Jawa Tengah (Kota Semarang dan Kab. Magelang) (7,86 persen),” imbuhnya. (nas)