Tegaskan Pengelola Cagar Budaya, DPR: Terapkan UU 11/2010

INDOPOSCO.ID – Terbakarnya Gedung A Museum Nasional Indonesia pada Sabtu (16/9/2023) kemarin disesali oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. Meskipun api berhasil dikendalikan, dan tidak menyebar ke ruangan dan gedung lainnya, menurut dia, kejadian tersebut menjadi pembelajaran dalam memitigasi bencana di objek wisata dan cagar budaya.
“Saya kira ini pentingnya bagaimana mitigasi bencana seperti kebakaran di objek-objek wisata kita. Meskipun yang terbakar itu sebagian replika koleksi museum, kan akhirnya kunjungan harus dibatasi,” ujar Hetifah Sjaifudian dalam keterangan, Senin (18/9/2023).
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini berharap, Gedung A Museum Nasional Indonesia yang terbakar bisa secepatnya diperbaiki. Serta mereplikasi kembali koleksi-koleksi pamerannya yang terbakar dalam peristiwa kebakaran kemarin.
“Agar masyarakat kita bisa kembali ke Museum Nasional Indonesia untuk berwisata sekaligus mendapatkan edukasi,” katanya.
Khusus untuk pencegahan bencana di cagar budaya seperti museum, masih ujar Hetifah, sejatinya telah diamanatkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan yang perlu dilestarikan keberadaannya. Karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
“Saya mengimbau kepada para pengelola objek-objek pariwisata kita itu, agar dapat menerapkan protokol mitigasi bencana,” ungkapnya.
“Misalnya pelestarian yang dimaksud dalam UU 11/2010 dijelaskan dalam Bab VII yang mencakup beberapa tindakan yaitu, pelindungan, penyelamatan dan pengamanan. Sehingga, ketika hal-hal yang tidak kita inginkan itu terjadi, bisa segera kita atasi dengan baik,” imbuhnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, terkait pencegahan dan mitigasi, semua objek cagar budaya harus menetapkan standar prosedur yang diatur dalam UU Cagar Budaya. Yaitu dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan kajian risiko bencana terhadap kawasan cagar budaya tersebut.
“Dalam menghitung risiko bencana sebuah daerah kita harus mengetahui bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya,” jelasnya.
“Selain itu, perlu disiapkan banyak APAR (Alat Pemadam Api Ringan) di berbagai titik bangunan cagar budaya untuk memudahkan akses penanganan yang cepat jika bencana kebakaran terjadi,” imbuhnya. (nas)