Nasional

Petakan SWOT Dalam Rangkaian Forum Nasional Stunting 2021

INDOPOSCO.ID – Dua tahun setengah, waktu efektif kerja tim percepatan penurunan stunting nasional, yang diamanatkan lewat Perpres 72 tahun 2021. Target penurunan stunting dari 27,6 persen tahun 2019, menuju 14 persen pada 2024 mendatang.

“Ini target pemerintah pusat yang dituangkan lewat Peraturan Presiden, menargetkan penurunan prevalensi stunting 14 persen di tahun 2024,” jelas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo, kepada INDOPOSCO.ID di kantornya, Rabu (15/12/2021).

Dia melanjutkan, Perpres ini merupakan payung hukum bagi Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Penurunan Stunting. Dimana BKKBN sebagai leader tim percepatan tersebut. “Target 14 persen itu tercapai pada pertengahan tahun 2024. Artinya efektif bekerja 2,5 tahun lah,” imbuh dr Hasto.

Baca Juga : BKKBN: Edukasi Kurang, Bayi dengan Berat Badan Rendah Meningkat

Pada rangkaian Forum Nasional Stunting 2021 yang digelar 14-15 Desember kemarin, dipetakan pula peluang dan tantangan menuju pencapaian target 2024. Dalam forum tersebut, analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) masuk dalam peta pembahasan. Sehingga, siapa mengambil peran apa akan lebih jelas dalam mengerjakan strategi nasional yang sudah diamanahkan lewat Perpes.

“Target ini memang tidak mudah, tapi berbagai upaya akan kita lakukan, terutama langkah prepentif pencegahan stunting. Karena lebih baik mencegah daripada mengobati. Sehingga 3 bulan sebelum menikah, calon mempelai sudah dibekali ilmu dan keterampilan,” katanya.

Dia juga menghimbau agar masyatakat Indonesia turut berperan dalam menuju pencapaian target tersebut lewat cara menghindari 4 hal terlalu.

Baca Juga : BKKBN Sebut Angka Stunting di Sumbar Masih Cukup Tinggi

“Pertama jangan menikah dan melahirkan terlalu muda, jangan menikah dan melahirkan terlalu tua, jangan terlalu dekat jarak kehamilan pertama dan kedua, jangan melahirkan terlalu sering,” pinta Dr Hasro seraya mengatakan itu sebagai tagline yang nyeleneh tapi mengena.

Pada kesempatan lain, Deputi Advokasi, Penggerakan dan Informasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, perlu ada terobosan untuk menjembatani langsung kelompok sasaran dan faktor dominan dalam percepatan penurunan stunting.

Pembentukan Tim Pendamping Keluarga (TPK) merupakan salah satu langkah terobosan yang dilakukan BKKBN dalam upaya mewujudkan target 14 persen prevalensi stunting di 2024.

“Ini berarti tersisa waktu 2,5 tahun untuk mencapai target 14 persen di 2024. Sebuah target ambisius yang harus diwujudkan melalui langkah-langkah dan terobosan yang tidak biasa biasa saja,” tandas Sukaryo.

Menurut Sukaryo, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, ada lima prioritas kegiatan TPK. Di antaranya pendampingan keluarga yang memiliki risiko stunting tinggi dan pendampingan semua calon pengantin (catin) hingga pasangan usia subur (PUS).

TPK terdiri dari bidan, Tim Penggerak PKK dan kader KB. Bidan bertugas sebagai koordinator dan pemberi layanan medis. PKK sebagai penggerak dan fasilitator (mediator). Sementara kader KB bertugas melakukan pencatatan dan pelaporan data pendampingan.

“Kader KB memiliki kepiawaian dalam pengumpulan data. Mereka sudah berpengalaman, karena terlibat langsung dalam melakukan Pendataan Keluarga tahun 2021,” terang Sukaryo.

Adapun sasaran utama TPK adalah catin, ibu hamil, ibu pasca persalinan, anak usia 0-5 tahun dengan prioritas pada anak usia 0-2 tahun.

Tugas pokok TPK adalah melakukan deteksi dini pada keluarga dengan risiko stunting, penyuluhan, KIE (Komunikasi, Edukasi, Informasi), anjangsana, memfasilitasi layanan rujukan hingga pendampingan bantuan sosial.
“Para pendamping keluarga harus memastikan bahwa keluarga yang didampingi mendapat dukungan yang menjadi haknya,” tandas Sukaryo dalam paparannya bertema “Peran TPK dalam Percepatan Penurunan Stunting“.

Dalam upaya mendukung pencapaian target 14 persen, TPK melakukan koordinasi dengan tim percepatan penurunan stunting di lapangan. Saat ini seluruh TPK telah direkrut. Jumlahnya 600.000 orang atau 200.000 tim. Mereka akan ditempatkan, setidaknya satu tim di satu desa.

Hingga akhir tahun 2021, seluruh TPK yang kegiatannya mendapat dukungan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) telah mengikuti pembekalan/orientasi awal yang bersifat umum tentang stunting. Mereka dibekali pengetahuan tentang hak-hak dasar anak, pengetahuan adminitratif kependudukan, pengetahuan gender dalam menerapkan KIE, pengasuhan dalam keluarga, serta materi pengayaan persoalan stunting.

“Substansinya tidak hanya terbatas pada persoalan fisik, tetapi juga psikologi calon ibu, ibu hamil dan menyusui serta pengasuhan anak,” ujar Sukaryo.

Operasional TPK dimulai Januari 2022. Tim akan dibantu relawan lintas kementerian. Dengan begitu, TPK bukan satu-satunya tim yang melakukan pendampingan keluarga berisiko stunting. Hanya saja, TPK membutuhkan dukungan aparat/petugas desa dan perangkat daerah lainnya, serta kader-kader lain di desa. Hal yang perlu diperhatikan adalah pelayanan minimal di desa harus dilaksanakan dengan baik sebagai bentuk dukungan terhadap kerja TPK di lapangan.

Sukaryo juga menyorot soal pola asuh terhadap anak. Katanya, “Sejauh pola asuh bisa dilakukan dengan baik, maka akan menjadi upaya yang baik dan mencegah terjadinya stunting pada anak.”

Karena itu, gender menjadi menjadi isu penting dalam program percepatan penurunan stunting. “Pola asuh anak bukan tanggungjawab istri saja, tapi juga suami. Ini menjadi pekerjaan rumah kita,” tutur Sukaryo. (ney)

Back to top button