Sanksi Merokok di Kawasan Terlarang Rp10 Juta, Dewan Ingatkan Pemprov Tak Terlalu Represif

INDOPOSCO.ID – Penerapan kebijakan tanpa dialog dinilai rawan menciptakan ketimpangan.
Anggota Pansus Kawasan Tanpa Roko (KTR) DPRD Provinsi DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo, meminta agar Ranperda Kawasan Tanpa Rokok dikaji bersama semua pihak sebelum disahkan.
Menurutnya, dialog ini menjadi langkah strategis untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan publik, pelaku usaha, dan aspek kesehatan masyarakat.
“Sebelum disahkan, penting ada ruang dialog bersama pelaku usaha, komunitas kesehatan, tokoh masyarakat, hingga asosiasi,” katanya dalam keterangan dikutip pada Minggu (5/10/2025).
“Ini agar kebijakan tidak menimbulkan ketimpangan kepentingan,” imbuhnya.
Rio menuturkan, finalisasi 26 pasal dari 9 bab Ranperda KTR telah rampung.
Selanjutnya, draf tersebut akan diserahkan ke pimpinan DPRD dan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), sebelum dilakukan penyempurnaan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Legislator Fraksi PDIP itu menekankan agar Pemprov DKI Jakarta mengedepankan aspek keadilan dalam penerapan sanksi administratif bagi pelanggar aturan.
“Penegakan hukum harus dilakukan secara preventif dan fasilitatif, bukan hanya represif. Sanksi adalah jalan terakhir,” tuturnya .
Ia menjelaskan, dalam Pasal 17 Ranperda KTR, diatur sanksi administratif sebesar Rp250 ribu bagi individu yang merokok di kawasan tanpa rokok. Sementara bagi pelanggar berulang hingga tujuh kali, denda bisa meningkat hingga Rp10 juta.
Rio menilai, penyediaan sarana dan sosialisasi yang jelas harus menjadi prioritas utama sebelum menerapkan sanksi.
“Yang penting, pemerintah lebih dulu memastikan ada papan tanda (signage) dan zona merokok terbatasdi setiap lokasi,” jelasnya.
Dengan langkah dialog dan kolaborasi, ia berharap kebijakan KTR ke depan bisa menjadi aturan yang adil, berimbang, dan berdaya guna bagi seluruh warga Jakarta.
“Sosialisasi harus masif dan melibatkan pelaku usaha. Jangan langsung menjatuhkan hukuman,” pungkasnya. (fer)