Ketua Fraksi PSI Klaim Pengadaan CCTV Penting untuk Keamanan Wilayah Rawan

INDOPOSCO.ID – Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jakarta William Aditya Sarana bersikeras bahwa pengadaan Closed Circuit Television (CCTV) di Kota Jakarta merupakan kebutuhan strategis untuk membangun sistem pengawasan terpadu dalam rangka menekan angka kriminalitas, khususnya di wilayah rawan.
“Pengadaan CCTV ini bertujuan agar Jakarta memiliki sistem pemantauan yang memadai untuk mengawasi aktivitas masyarakat, khususnya dalam upaya menekan angka kriminalitas,” katanya kepada wartawan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (4/6/2025).
Meskipun demikian ia meminta program Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk segera dibuka kembali.
“DTKS harus segera dibuka guna mengakomodasi warga yang belum menerima bantuan sosial,” ujarnya.
Pemerintah juga perlu mengalokasikan dana yang memadai agar masyarakat yang belum terjangkau bantuan dapat segera memperoleh haknya
“Hal ini penting untuk mengakomodasi warga yang hingga kini belum tersentuh bantuan sosial, padahal mereka sangat membutuhkannya,” jelasnya.
Ia berharap ada perluasan kuota bantuan, termasuk penambahan penerima Kartu Jakarta Lansia dan skema bantuan sosial lainnya yang menyasar kelompok rentan.
“Ekspetasi saya juga ada penambahan kuota lain seperti kartu jakarta lansia dan bantuan lainnnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Warga dari berbagai kalangan menilai kebijakan penambahan CCTV tidak sejalan dengan kebutuhan riil masyarakat.
Menurut mereka, program seperti KJP, DTKS, dan penciptaan lapangan kerja jauh lebih mendesak daripada pemasangan kamera pengawas di berbagai sudut kota.
“Anak-anak kami butuh pendidikan, dapur kami butuh asap, bukan ditonton kamera,” kata Rizal (45) warga RW 02 Pademangan Barat, Jakarta Utara ditemui INDOPOSCO.ID pada Rabu (4/6/2025).
Firdaus (40) warga RT 10 Pademangan Barat juga menyoroti efektivitas CCTV yang dinilai belum signifikan dalam pencegahan kriminalitas.
Justru, banyak warga mengaku lebih percaya kepada kekuatan media sosial sebagai alat pelaporan yang cepat dan berdampak.
“Kalau ada kejadian, lebih cepat viral di TikTok atau Instagram. Polisi baru turun setelah ramai,” ujar.
Lebih lanjut, aparat kepolisian pun selama ini telah melakukan patroli rutin, yang dianggap cukup sebagai tindakan preventif.
“Adanya patroli kepolisian dan siskamling juga sudah cukup dan sangat aman,” jelasnya.
Dalam kondisi seperti ini, Ahmad Jarot warga Tangki Timur mempertanyakan urgensi proyek CCTV besar-besaran yang dinilai lebih menguntungkan vendor teknologi daripada rakyat.
Di sisi lain, janji-janji pembukaan lapangan kerja yang pernah digaungkan jelang pemilu masih tak jelas wujudnya. Banyak warga menilai, alokasi anggaran seharusnya fokus pada kesejahteraan ekonomi rakyat, bukan proyek yang hanya terlihat maju di permukaan tapi kosong di perut rakyat.
“Jangan biarkan rakyat terus diawasi, tapi tidak diberdayakan,” tandasnya.
Desakan agar pemerintah lebih berpihak kepada rakyat kecil kini menggema. Warga menuntut agar suara mereka tidak hanya didengar menjelang pemilu, tapi juga saat kebijakan sedang disusun.
“Mana janji kampanye yang katanya demi kesejahteraan warga,” pungkasnya.
Sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, mengkritik kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta terkait pengadaan closed circuit television (CCTV) yang dinilai tidak berpihak pada kebutuhan mendesak warga.
Ia menilai program tersebut tidak selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang mengedepankan efisiensi dan keberpihakan anggaran kepada rakyat.
“Anggaran besar yang dimiliki Pemprov Jakarta seharusnya diprioritaskan untuk warga, bukan justru memperbanyak CCTV,” katanya kepada INDOPOSCO.ID pada Senin (2/6/2025).
Legislator dapil Provinsi Jakarta itu menilai langkah Pemprov Jakarta itu bertolak belakang dengan arah kebijakan Presiden Prabowo yang menjunjung tinggi prinsip efisiensi anggaran.
“Meskipun pengadaan CCTV diklaim menggunakan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR),” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan publik tidak hanya soal asal-muasal anggaran, tetapi juga prioritas dan dampaknya terhadap rakyat.
“Pertama, keberadaan CCTV akan efektif hanya jika penegakan hukum berjalan dengan baik,” ucapnya.
“Tanpa penegakan hukum yang tegas dan konsisten, CCTV seringkali sekadar formalitas mati, rusak, dan tidak bisa dijadikan bukti hukum,” imbuhnya.
Kedua, lanjut Mardani, karakter sosial masyarakat Jakarta dan Indonesia mengedepankan semangat gotong royong dan kebersamaan.
“Karena itu, anggaran termasuk CSR lebih baik dialokasikan untuk program pemberdayaan RT dan RW, yang lebih menyentuh langsung kehidupan warga,” jelasnya.
Ketiga, yang paling urgen saat ini adalah penciptaan lapangan kerja. Ini kebutuhan riil warga yang seharusnya dijawab oleh Pemprov Jakarta.
“Dana CSR seharusnya diarahkan untuk menciptakan ekosistem ekonomi kerakyatan, bukan sekadar infrastruktur pengawasan,” kata dia.
Politikus PKS itu menegaskan bahwa visi Indonesia Emas yang digagas pemerintahan ke depan menuntut keberpihakan anggaran pada sektor produktif, bukan pada proyek-proyek yang rawan mubazir.
“Pemprov Jakarta harus segera menyelaraskan kebijakan fiskal dan program-programnya agar sejalan dengan arah pembangunan nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Ini bukan sekadar efisiensi, tapi soal keberpihakan pada rakyat,” pungkasnya. (fer)