Pengamat Kebijakan Publik Dorong Penataan PKL di Ancol Transparan, Tanpa Ada Agenda Tersembunyi

INDOPOSCO.ID – Pengamat Kebijakan Publik, Zaki Mubarak, menegaskan kepada Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk segera mengutamakan hak pedagang kaki lima (PKL) di kawasan wisata Ancol.
Ia menyerukan perlunya dialog damai tanpa intimidasi demi menciptakan keadilan bagi para pedagang.
“Esensinya adalah mengadakan dialog agar solusi win-win solution dapat tercapai, sehingga kedua belah pihak mendapatkan manfaat. PKL memiliki peran penting dan perlu difasilitasi,” ujarnya kepada indopos.co.id, pada Jumat (11/10/2024).
Menurut Zaki, kehadiran PKL yang resmi di kawasan wisata Ancol dapat menguntungkan pengunjung, karena berpotensi meningkatkan ekonomi masyarakat kelas bawah.
“Harga yang mereka tawarkan biasanya lebih murah, sehingga lebih terjangkau bagi pengunjung Ancol dari kalangan warga biasa dengan ekonomi yang pas-pasan,” tambahnya.
Zaki juga menegaskan bahwa PT Pembangunan Jaya Ancol memiliki kewenangan untuk menjaga ketertiban dan kerapian tanpa mengganggu lalu lintas. Penataan tentu diperlukan, tetapi tidak boleh ada agenda tersembunyi di baliknya.
“Oleh karena itu, duduk bersama adalah solusi terbaik,” tegasnya.
Dengan tercapainya kesepakatan, para PKL dapat melanjutkan usahanya tanpa rasa takut atau intimidasi dalam bentuk pemaksaan.
“Pedagang kaki lima tetap bisa bertahan hidup, dan Ancol menjadi lebih nyaman serta aman bagi warga Jakarta,” kata Zaki.
Pemerintah diharapkan hadir tidak hanya sebagai pihak penertib, tetapi juga sebagai penjamin keadilan.
Penataan harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih manusiawi, tanpa menggunakan kekerasan atau intimidasi.
“Dialog antara pedagang dan pihak pengelola kawasan wisata harus dibangun berdasarkan kemitraan, bukan hanya instruksi sepihak,” pungkasnya.
Sebelumnya, para PKL yang tergabung dalam ormas Forum Betawi Rempug (FBR) melaporkan adanya intimidasi dalam proses penataan PKL oleh manajemen PT Pembangunan Jaya Ancol.
Salah satu pedagang, RH, menyatakan telah berjualan sejak 2008 dan dipaksa menerima kebijakan penataan, dengan ancaman dikeluarkan dari kawasan jika menolak.
RH menilai tindakan ini sebagai bentuk intimidasi terhadap rakyat kecil dan mengkritik kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada usaha lokal dan masyarakat pribumi.
Sementara itu, Corporate Communication PT Pembangunan Jaya Ancol, Ariyadi Ecko Nugroho, membantah tuduhan intimidasi.
Ia menjelaskan bahwa manajemen telah melakukan sosialisasi kepada seluruh pedagang untuk menciptakan kerjasama yang baik dalam penataan kawasan wisata.
“Upaya ini bertujuan agar semua reseller dapat memahami dengan baik konsep penataan yang diterapkan. Melalui pendekatan ini, diharapkan tercipta kesepahaman dan kerjasama yang baik antara manajemen dan para pedagang dalam mengelola kawasan wisata,” ucapnya. (fer)