Megapolitan

Bantah Ada Pungli di Lapas Narkotika Jakarta, Kalapas Tantang Wartawan Lakukan Ini

INDOPOSCO.ID – Kepala Lapas (Kalapas) Narkotika Kelas IIA Jakarta, Fonika Affandi memastikan tidak ada toleransi terhadap pegawai yang melakukan pungutan liar (pungli) dalam penempatan narapidana seperti isu yang beredar belakangan ini. Namun dirinya juga menjamin tak ada jajarannya yang melakukan tindakan pungli terhadap warga binaan.

“Saya tak segan untuk menindak oknum pegawai yang melakukan pungli namun saya berani pastikan tidak ada pungli seperti isu yang beredar itu. Teman-teman wartawan boleh cek, bahwa pungli itu tidak ada. Jika perlu saya siap mengeluarkan para WBP dari selnya dan silakan tanyakan secara uji petik pada para WBP apakah benar ada pungli seperti isu yang beredar,” ujar Kalapas Narkotika, Fonika Affandi dalam keterangannya, Jumat (3/5/2024).

Fonika mengatakan pihaknya juga berkomitmen pada semua aturan yang berlaku maka jika ada yang melakukan penyimpangan maka pihaknya tak akan segan-segan untuk mengambil tindakan yang tegas terhadap oknum tersebut.

“Saya yakin para pegawai di sini pun punya komitmen yang sama dengan pimpinannya, baik di lapas ini maupun Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta dan DitjenPas,” ujar mantan Karutan Kelas I Tangerang ini.

Selain itu, katanya, saat ini pihak Ditjenpas dan jajarannya juga sangat transparan dan menyediakan sejumlah layanan pegaduan baik secara langsung maupun secara daring. “Silakan laporkan jika ada penyimpangan, sarananya sudah tersedia semua dan kami ini transparan serta tidak anti kritik,” papar Fonika.

Mengenai tudingan keluarga narapidana yang mengaku harus membayar puluhan juta rupiah untuk bisa mendapat kamar setelah menjalani masa pembinaan lingkungan (mapeling), Fonika menyatakan hal itu tidak benar.

“Itu tidak benar, apalagi isunya jika tidak membayar akan dimasukkan dalam sel tikus atau sel pengamanan khusus. Tidak ada itu,” katanya.

Yang dimaksud blok pengamanan khusus adalah sel yang digunakan sebelum seorang napi dibaurkan dengan narapidana lainnya.

“Jadi untuk pengenalan lingkungan kita transitkan dulu di sana sambil kita melakukan edukasi dan treatment bila mana ada penyakit menular dan sebagainya, itu juga harus diantisipasi. Jadi mereka yang punya penyakit menular kita pisahkan supaya tidak menular ke napi yang lain,” ujar Fonika.

Mantan Kepala Rutan Kelas I Cirebon ini menyatakan tak mungkin seorang napi yang baru saja dipindah ke lapas narkotika langsung dibaurkan dengan napi lain.

“Bagaimana jika dia punya penyakit menular atau punya persoalan dengan napi lain yang kebetulan berada di lapas ini, maka mereka tidak bisa digabung dengan narapidana lainnya demi menjaga keselamatannya. Mereka harus menjalani Mepeling maksimal 30 hari. Kami lakukan itu untuk memilah dulu dan tahu latar belakangnya, sehingga pas akan ditempatkan di sel yang mana, jangan sampai asal masuk dan kemudian menyebabkan masalah yang tidak diinginkan, karena ini menyangkut jiwa dan keamanan si napi baru, ” lanjut Fonika.

Jadi lanjutnya, jika sudah dinyatakan wali atau assesornya bahwa sudah layak dibaurkan maka baru akan ditempatkan dalam sel bersama napi lain.

Mengenai tudingan adanya sel tikus, Fonika menyatakan bahwa tak ada yang namanya sel tikus di dalam lapas, yang ada adalah strap sel. Sel ini adalah sel biasa yang memang digunakan bagi narapidana yang melanggar aturan dan sel itu bentuknya seperti sel biasa. “Jadi tidak ada sel tikus yang dimaksud,” ujarnya.

Seorang warga binaan Lapas Narkotika Jakarta yang ditemui wartawan di dalam lapas menyatakan dirinya sama sekali tidak pernah dipungli oleh oknum pegawai lapas.

“Tidak pernah mengalami pungli seperti yang diisukan di luaran. Kami di sini justru mendapatkan kursus keterampilan secara gratis sebagai bekal kami jika sudah keluar nanti,” ujar warga binaan yang enggan disebutkan namanya ini. (gin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button