Dana Pemerintah Rp200 T di Bank BUMN Berpotensi Hantam Kesehatan Sistem Keuangan

INDOPOSCO.ID – Pemerintah menempatkan dana sebesar Rp200 triliun di bank-bank BUMN agar mampu menghela kredit ke sektor produktif, perumahan rakyat, hingga Makan Bergizi Gratis (MBG).
Ekonom Achmad Nur Hidayat mempertanyakan keputusan tersebut. Pasalnya bisa membuka ruang moral hazard yang kelak menghantam kesehatan sistem keuangan.
“Tekad menyalurkan dana khusus ke kredit sudah tepat, tetapi efektivitasnya bergantung pada bagaimana kita mendesain pagar risiko, mengukur dampak, serta memastikan uang murah tidak tersedot ke zona nyaman kredit konsumtif,” ujar Achmad melalui gawai, Minggu (14/9/2025).
Ia mengatakan, masalahnya bukan sekadar kekurangan dana, melainkan transmisi pembiayaan yang kurang menggigit. Likuiditas perbankan relatif longgar dengan rasio pendanaan terhadap kredit masih di kisaran 88 persen. Dan kualitas aset terjaga, namun laju pertumbuhan kredit belum sebanding dengan kebutuhan pemulihan ekonomi.
“Dalam kondisi seperti ini, injeksi Rp200 triliun ibarat menambah turbo pada mobil yang sedang ragu-ragu. Dorongan ekstra bermanfaat bila jalan di depan jelas dan pengemudinya paham rute; jika tidak, tenaga besar justru meningkatkan risiko selip di tikungan,” ucapnya.
Ia mengungkapkan, dana murah mendorong bank mencari portofolio paling aman dan cepat. Sering kali jatuh ke refinancing debitur besar atau kredit konsumsi, bukan ke UMKM pangan, koperasi desa, atau pengembang rumah sederhana yang memerlukan nurturing.
“Penumpukan ke properti tanpa manajemen siklus bisa memantik volatilitas harga,” jelasnya.
“Risiko lainnya adalah moral hazard di hulu: “koperasi instan”, penyaluran berbasis kedekatan, atau pengadaan MBG yang tak transparan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, risiko lainnya adalah pendanaan yang volatil. Jika dana pemerintah bersifat on call sementara kreditnya berumur panjang, tercipta mismatch maturitas yang menyandera stabilitas likuiditas bila terjadi penarikan mendadak.
“Prioritas pertama adalah ekosistem pangan-gizi namun tidak terbatas hanya untuk MBG,” ujarnya.
“Bukan sekadar bahan baku, melainkan keseluruhan rantai pasok dari peternak ayam dan sapi perah, produsen telur, sayur dan susu, pabrik pengolahan, logistik dingin, dapur produksi, hingga pemasok kemasan,” lanjutnya. (nas)