Headline

Kejagung Cegah Riza Chalid ke Luar Negeri, Status Risiko Tinggi

INDOPOSCO.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia resmi mencegah pengusaha minyak nasional, Mohammad Riza Chalid, bepergian ke luar negeri.

Pencegahan ini merupakan bagian dari penanganan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di tubuh PT Pertamina (Persero).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa pencegahan berlaku selama enam bulan terhitung sejak Kamis, 10 Juli 2025.

Langkah ini diambil setelah Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang melibatkan struktur kebijakan strategis distribusi dan penyimpanan bahan bakar minyak (BBM) nasional.

“Yang bersangkutan dicegah untuk mencegah potensi melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,” katanya kepada wartawan Jumat (11/7/2025).

“Statusnya telah kami tetapkan sebagai high risk person,” imbuhnya.

Namun demikian, Kejagung membenarkan adanya informasi bahwa Riza telah lebih dahulu berada di luar negeri, diduga di Singapura.

Menanggapi hal itu, kata Harli Kejagung menyatakan tetap melakukan upaya pelacakan dengan menggandeng perwakilan kejaksaan di luar negeri serta bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk atase hukum dan imigrasi.

“Apakah pencegahan tetap bermanfaat? Tentu. Karena status ini akan memengaruhi lintas pergerakan, proses pengurusan paspor, maupun izin tinggal. Nama yang bersangkutan kini terdaftar sebagai orang dengan risiko tinggi di sistem imigrasi nasional,” tegas Harli.

Sebagai informasi, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menyatakan Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka selaku beneficial owner dari PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal.

Ia menyusul anaknya, M. Kerry Andrianto Riza, yang lebih dulu terlibat dalam perkara yang sama.

Dalam perkara ini, Riza diduga berkolusi dengan sejumlah pejabat tinggi Pertamina, antara lain Hanung Budya (Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina 2014), Alfian Nasution (VP Supply dan Distribusi 2011–2015), serta Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Dirut PT Orbit Terminal Merak).

Mereka disebut menyepakati kerja sama penyewaan terminal BBM di Merak melalui intervensi terhadap kebijakan tata kelola PT Pertamina.

Qohar menilai, kesepakatan itu dibuat meski Pertamina saat itu tidak membutuhkan tambahan fasilitas penyimpanan BBM, sehingga melanggar prinsip kebutuhan dan efisiensi.

“Perbuatan ini jelas melawan hukum dan merugikan keuangan negara. Kasus ini menyoroti pentingnya tata kelola yang bersih dalam pengelolaan energi nasional,” pungkasnya. (fer)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button