Data Bank Dunia, Lebih dari 15 Juta Warga Indonesia Miskin Ekstrem

INDOPOSCO.ID – Bank Dunia mengumumkan bahwa standar garis kemiskinan ekstrem internasional dinaikkan dari 2,15 dolar menjadi 3 dolar per kapita per hari. Lebih dari 15 juta rakyat Indonesia yang sebelumnya tidak masuk dalam hitungan “miskin ekstrem” kini digolongkan ke dalamnya.
“Naiknya garis kemiskinan ke US$ 3 per hari sebenarnya membawa kita lebih dekat pada pengukuran yang realistis atas kebutuhan dasar hidup manusia, seperti makanan bergizi, air bersih, akses kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal yang layak,” ujar Ekonom Achmad Nur Hidayat melalui gawai, Rabu (12/6/2025).
Selama ini, menurutnya, banyak rumah tangga Indonesia hidup “sedikit di atas garis kemiskinan,” yang secara teknis tidak miskin. Tetapi secara nyata sangat rentan terhadap guncangan dari kenaikan harga, kehilangan pekerjaan, atau anggota keluarga yang sakit.
“Ketika garis internasional dinaikkan, terungkap bahwa banyak dari mereka yang dianggap “bukan lagi miskin” ternyata masih jauh dari sejahtera,” katanya.
Dengan standar baru, masih ujar Achmad, lebih dari 15 juta orang kembali terdata sebagai miskin ekstrem. Ini menjadi alat evaluasi yang fair bahwa ternyata program pemerintah 10 tahun terakhir gagal, dan 2025 ini tantangan baru muncul yaitu realitas biaya hidup semakin meninggi.
Menurutnya, di era Presiden Prabowo membawa momentum baru, dengan pembentukan Badan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (BP2K) yang diharapkan lebih efektif dan terkoordinasi. Kendati, tantangan ke depannya bukan hanya soal menyalurkan bantuan lebih banyak.
“Tantangannya bagaimana menjadikan kebijakan anti-kemiskinan sebagai jalan membangun keadilan sosial yang sesungguhnya,” terangnya.
Dikatakan dia, penting bagi Indonesia untuk menyesuaikan garis kemiskinan nasionalnya dengan garis global. Agar bisa mengukur tertinggal, setara, atau unggul dalam mengatasi kemiskinan.
“Garis kemiskinan nasional kita hari ini sekitar Rp595 ribu per kapita per bulan. Jika dikonversi ke standar PPP, sudah hampir setara dengan US$ 3,31 per hari,” bebernya.
“Angka ini jauh dari standar global untuk Indonesia yang sudah masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah ke atas sejak 2023 lalu,” sambungnya.
Bila diukur menggunakan besaran paritas daya beli atau Purchasing Power Parities (PPP) US$8,30, angka kemiskinan di Indonesia pada 2024 mencapai 68,25 persen atau setara 193,49 juta jiwa. Sedangkan jika menggunakan garis kemiskinan saat ini, angka kemiskinan mencapai 171,8 juta jiwa atau setara 60,3 persen.
“Ini menunjukkan bahwa Indonesia belum mau mengikuti standar global,” ucapnya.
“Ini bukan soal konversi angka, melainkan bagaimana pemerintah merespons perubahan ini dalam desain kebijakan,” imbuhnya. (nas)