Headline

Tolak Usulan KPU-Bawaslu Jadi Lembaga Ad Hoc, Komisi II DPR: Evaluasi Tidak Harus Merubah Status

INDOPOSCO.ID – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menolak usulan untuk mengubah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menjadi lembaga ad hoc, dan tidak lagi menjadi lembaga permanen.

Dia menyatakan evaluasi terhadap penyelenggara pemilu memang harus terus dilakukan, namun bukan berarti mengubah status kelembagaannya.

“Kita harus akui ada banyak persoalan terkait penyelenggara pemilu kita. Karena itu, evaluasi harus terus dilakukan. Terutama dalam rekrutmen dan seleksi penyelenggara pemilu di semua tingkatan agar menghasilkan penyelenggara pemilu yang berintegritas, kapabel, dan profesional serta tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun. Sehingga bisa menghasilkan pemilu yang makin berkualitas dan legitimate,” kata Zulfikar dalam keterangannya, dikutip Senin (25/11/2024).
.
“Daripada mengubah status KPU dan Bawaslu dari lembaga tetap menjadi lembaga ad hoc, saya sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR RI mendorong evaluasi secara menyeluruh terhadap rekrutmen dan seleksi penyelenggara pemilu di semua tingkatan,” ungkapnya.

Usulan KPU dan Bawaslu jadi lembaga ad hoc muncul karena pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dilakukan serentak di tahun 2024 ini, sehingga tidak ada lagi perhelatan pesta demokrasi dalam waktu dekat dan demi menghemat anggaran negara.

Terkait hal tersebut, Zulfikar menambahkan penyelenggara pemilu justru akan semakin kokoh keberadaannya apabila ide pemisahan pemilu menjadi pemilu nasional dan pemilu lokal bisa diwujudkan dalam revisi Undang-Undang (UU) Pemilu.

“Tugas penyelenggara pemilu itu bukan hanya saat masuk tahapan Pileg, Pilpres dan Pilkada. Di tahun-tahun tidak menyelenggarakan pemilihan, KPU dan Bawaslu serta DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) bisa fokus untuk meningkatkan kapasitas struktur dan infrastruktur kepemiluan melalui kegiatan seoerti sosialisasi, pelatihan, kajian, edukasi, dan literasi,” terangnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II Aria Bima turut merespons munculnya usulan KPU dan Bawaslu menjadi badan ad hoc atau tidak lagi bersifat tetap. Aria menilai hal itu kurang tepat dan justru mendorong peran lembaga itu ditingkatkan.

“Saya kok melihat bobot dari banyak tugas yang ada buat KPU atau Bawaslu tingkat pusat, provinsi, dan kota/kabupaten, kurang tepat kalau ini jadi lembaga ad hoc. Lebih bagus ditingkatkan tugas-tugasnya. Pemberdayaan, penyadaran terhadap kesadaran peran atau tingkat kompetensi pemilih,” ucapnya.

Aria menyebutkan usulan itu juga masih dipertimbangkan dari berbagai sisi. Ia ingin peran dari kedua lembaga ini ditingkatkan termasuk dalam hal pengamanan hak pemilih.

“Kita masih mikir-mikir itu, memang kalau dilihat dari ritme pekerjaannya itu hanya saat per lima tahunan. Tetapi saya berpikir nanti akan ada simulasi bahwa semakin hari pemilu itu harus semakin transparan di dalam proses mekanisme terutama pengamanan hak pemilih,” ujarnya.

“Di mana pemilih ingin dijamin haknya, kenapa dijamin? karena dengan memberikan suara pada saat pencoblosan dia tahu bagaimana pemimpin yang dipilih akan memperjuangkan hak-hak dan kewajibannya. Ini kan harus aman,” pungkasnya.

Sebelumnya, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Saleh Daulay mengusulkan agar KPU dan Bawaslu diubah menjadi lembaga ad hoc, karena hanya menyiapkan gelaran persiapan dan pelaksanaan pemilu yang dimulai dua tahun.

Adapun, Saleh menyebutkan usulan ini perlu demi negara dapat menghemat anggaran, khususnya ketika KPU tidak sedang berada pada tahun-tahun pemilu.

“Jadi kita sedang berpikir di DPR, justru KPU itu hanya lembaga ad hoc, dua tahun saja. Ngapain kita menghabiskan uang negara kebanyakan,” kata dia. (dil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button