Headline

Komnas HAM Bantah Pernyataan Menko Yusril Soal Tragedi 1998

INDOPOSCO.ID – Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Anis Hidayah membantah, anggapan Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan Yusril Ihza Mahendra terkait tragedi penculikan dan penghilangan orang secara paksa pada tahun 1998 disebut bukan pelanggaran HAM berat. Penyelidikan Komnas HAM berkata berbeda.

“Terkait tragedi Mei (1998), sebenarnya Komnas HAM pada tahun 2003 itu sudah melakukan penyelidikan dan menghasilkan satu kesimpulan, bahwa tragedi Mei itu merupakan pelanggaran HAM berat,” kata Anis kepada INDOPOS.CO.ID melalui gawai, Jakarta, Selasa (22/10/2024).

Pelanggaran HAM berat itu dalam bentuk serangan yang sistematis dan meluas, berupa pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penganiayaan, kekerasan seksual dan penghilangan orang secara paksa.

Kala itu, penyelidikannya sudah diserahkan kepada pihak penegak hukum. “Hasil penyelidikan Komnas HAM sudah diberikan ke Kejaksaan Agung pada tahun yang sama,” ujar Anis.

Pemerintahan di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diharap, dapat melakukan langkah kongret penegakan hukum dan memerhatikan korban.

“Nah, untuk pemerintahan yang baru tentu Komnas HAM berharap agar kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diselidiki Komnas HAM dapat ditindaklanjuti melalui penegakan hukum yang berkeadilan di pengadilan HAM,” ucap Anis.

Sehingga memberikan hak kepada korban untuk mendapatkan keadilan, kebenaran, tidak terjadinya keberulangan peristiwa yang sama dan adanya pemulihan bagi para korban.

Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menganggap, tragedi pada awal reformasi atau tepatnya tahun 1998 bukan termasuk pelanggaran HAM berat.

“Enggak,” kata Yusril terpisah saat disinggung tragedi 1998 masuk pelanggaran HAM berat atau tidak saat di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024) kemarin.

Menurutnya, selama beberapa tahun terakhir tidak terjadi kasus pelanggaran HAM berat. Ia kemudian membagikan pengalamannya ketika masih menjabat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tahun 1999-2001 pada Pemerintahan Presiden keempat Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

“Waktu saya jadi menteri hakim dan HAM, saya 3 tahun menjalani sidang komisi HAM PBB di Jenewa dan kita ditantang menyelesaikan soal-soal besar,” tutur Yusril.

Ia menyadari, kala itu banyak angggapan telah terjadi pelanggaran HAM berat. Namun, tak pernah terbukti. Meski telah dibentuk pengadilan HAM, Ad Hoc maupun pengadilan konvensional.

“Jadi sebenarnya, kita tidak menghadapi persoalan pelanggaran HAM yang berat dalam beberapa tahun terakhir,” imbuh Yusril. (dan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button