Headline

Soroti Napiter Kambuhan, Komisi III: Banyak Didasari Urusan Ekonomi dan Kurangnya Profiling

INDOPOSCO.ID – Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menegaskan bahwa negara belum serius menerapkan deradikalisasi terhadap narapidana (napi) terorisme.

Hal tersebut ditegaskan Nasir dalam acara Forum Grup Discussion (FGD) berjudul “Mencintai NKRI dari Balik Jeruji’ yang digelar oleh Indopos.co.id dan Indoposco.id di Jakarta, Selasa (28/4/2024).

“Ya secara jujur harus kita akui bahwa pemerintah atau negara itu belum serius menangani napi terorisme, baik saat mereka dipidana, saat mereka di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) maupun setelah mereka selesai dari pemidanaan itu,” kata Nasir.

Kata Nasir, hal itu bisa dilihat dari masih banyak para mantan napi yang kembali melakukan hal serupa selepas keluar penjara atau bebas bersyarat.

“Macam-macam yang mereka lakukan, bisa kembali menjadi pelaku lapangan ataupun menjadi mentor mencari pengikut baru,” ucapnya.

Ketidaefektivan negara dalam melakukan program deradikalisasi atas Napiter kambuhan dilihat mulai dari kurangnya mendalami profil dari napiter serta pemetaan daerah-daerah.

“Yang menjadi kekurangan adalah kurangnya profiling Napiter serta profiling daerah. Mana yang termasuk daerah merah, hijau dan lainnya,” ungkapnya.

Selain itu politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menekankan kambuhnya mantan napiter untuk menjalankan paham dan aksi terorismenya adalah karena urusan ekonomi. Mengingat stigma sebagai mantan Napiter sulit untuk mendapatkan pekerjaan.

“Stempel sebagai mantan Napiter membuat mereka sulit mendapatkan pekerjaan. Selesai menjalani proses hukum dan ucap ikrar kepada NKRI saat akan keluar dari penjara tidak diikutsertakan dengan pendampingan ekonomi. Sehingga mereka kesulitas untuk memghidupi istri dan anak-anak nya,” terangnya.

“Mau tidak mau mereka gampang diajak untuk kembali bergabung kepada jaringan komplotannya. Dan disitulah negara terlihat belum serius menangani program deradikalisasi,. Apa mungkin karena mereka kurang anggaran, itu kan yang juga harus kita bahas bersama,” pungkasnya menambahkan.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan data BNPT per April 2024, terdapat 2.059 mantan napiter di hampir seluruh Indonesia. Sekitar 43 persen di antaranya bebas bersyarat atau bersedia menyatakan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejauh ini, sebanyak 103 mantan napiter kembali melakukan aksi teror atau terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada tindak pidana terorisme.

Sebanyak 13 orang dari jumlah residivis itu bahkan diketahui sempat mengikuti program deradikalisasi. Aksi teror terakhir di Tanah Air adalah kasus bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat pada 7 Desember 2022. Teror itu juga dilakukan oleh seorang mantan napiter bernama Agus Sujatno alias Abu Muslim. (dil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button