Ekonomi

Ekonom Beber 4 Syarat Agar Likuiditas Rp200 T Bisa Genjot Sektor Riil

INDOPOSCO.ID – Pemerintah resmi menempatkan dana negara sebesar Rp200 triliun di lima bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 yang berlaku mulai Jumat (12/9/2025).

Dana jumbo ini diharapkan mendorong pembiayaan sektor riil, dengan ketentuan tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN).

Adapun dana tersebut ditempatkan dalam bentuk deposito on call bertenor enam bulan dan dapat diperpanjang.

Ekonom Josua Pardede menilai, kebijakan ini dapat memperkuat dorongan fiskal dan moneter sekaligus menjaga stabilitas. Menurutnya, insentif likuiditas makroprudensial akan menurunkan tingkat bunga pada sektor prioritas sehingga biaya kredit lebih kompetitif.

“Biaya kredit pada sektor perdagangan, pertanian, industri pengolahan, konstruksi, transportasi, pariwisata, dan kegiatan hijau bisa lebih kompetitif, meski risiko kredit tetap diawasi,” ujar Pardede melalui gawai, Senin (15/9/2025).

Ia juga menekankan pentingnya koordinasi fiskal dan moneter yang kini diperkuat lewat pembagian beban bunga untuk program perumahan rakyat dan koperasi desa, serta pelonggaran ruang likuiditas oleh bank sentral. “Dengan begitu, dorongan fiskal tidak menekan stabilitas,” katanya.

Namun, Pardede mengingatkan bahwa tantangan utama justru ada di sisi permintaan. Data menunjukkan ruang likuiditas masih longgar, tetapi pertumbuhan kredit agregat melambat dibanding tahun lalu. Hal ini menandakan dunia usaha dan rumah tangga masih berhati-hati di tengah daya beli yang belum pulih.

“Rata-rata suku bunga kredit dan simpanan cenderung menurun, basis uang yang disesuaikan tetap tumbuh,” jelasnya

“Tanpa perbaikan permintaan, tambahan likuiditas berisiko hanya berputar di sistem keuangan dan kurang berdampak pada produksi serta konsumsi,” sambungnya.

Untuk itu, efektivitas kebijakan ini menurutnya bergantung pada empat syarat. Pertama, penyaluran kredit harus benar-benar menambah pembiayaan baru di sektor berpengganda tinggi dan padat karya, bukan sekadar mengganti kredit lama.

“Kedua, harga kredit perlu dijaga tetap terjangkau melalui kombinasi insentif likuiditas, pembagian beban bunga pada program tertentu, serta skema penjaminan dan bagi risiko untuk UMKM dan proyek bernilai tambah menengah agar bank tidak menahan penyaluran karena kekhawatiran kualitas,” terangnya.

Ketiga, percepatan belanja pemerintah yang langsung menyentuh konsumsi dasar dan proyek kecil-menengah perlu dipacu agar pasar untuk kredit tersedia.

“(Dan) Keempat, disiplin tata kelola harus dijaga ketat demi menjaga kepercayaan investor. Karena kredibilitas yang menurun berisiko memicu arus keluar modal dan menekan nilai tukar,” tambahnya.

Dengan tantangan tersebut, kebijakan penempatan dana jumbo ini bukan sekadar soal menyalurkan kredit, melainkan juga memastikan dana benar-benar bekerja untuk ekonomi riil.

Jika eksekusi berjalan konsisten dan disiplin, dana Rp200 triliun ini bisa menjadi energi baru yang menggerakkan mesin pertumbuhan, bukan sekadar angka di atas kertas. (her)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button