Ekonomi

Aksi Ojol Hari ini, Serikat Buruh Nilai Pemerintah tak Akui Mereka Pekerja Formal

INDOPOSCO.ID – Aksi ribu pekerja kemitraan berbasis digital (pengemudi ojol, taksi online dan kurir) hari ini yang diorganisir Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia hari ini wajar. Itu menjadi hak setiap warga negara untuk menyuarakan aspirasi.

Pernyataan tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar melalui gawai, Selasa (20/5/2025).

Ia mengatakan, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan tiap-tiap warga negara rakyat berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Yang diturunkan dalam UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Ia menambahkan, dalam Pasal 4, salah satu tujuan Pembangunan ketenagakerjaan adalah meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Dan mengacu pada Pasal 1 angka 31 UU Ketenagakerjaan, subyek yang disejahterakan adalah pekerja di dalam hubungan kerja dan pekerja di luar hubungan kerja.

“Pasal 27 ayat (2) UUD 45 dan Pasal 4 UU Ketenagakerjaan mengamanatkan Pemerintah harus hadir dan terlibat aktif dalam membuat regulasi, kebijakan dan anggaran,” katanya.

“Pemerintah tidak boleh membiarkan kesejahteraan sebagai produk mekanisme pasar bebas dan liberal yang hanya akan menciptakan ketimpangan, seperti yang terjadi saat ini,” sambungnya.

Ia menilai Pemerintah membiarkan sistem kemitraan antara pekerja online dan aplikator dalam mekanisme pasar bebas dan liberal. Menyerahkan seluruh sistem, mekanisme serta pembagian kepada Perusahaan aplikator. “Pemerintah abai dan hanya tunduk pada perusahaan aplikator,” ucapnya.

Sampai saat ini, menurut dia, Pemerintah tidak mengakui pekerja online sebagai pekerja dalam hubungan kerja (formal). Pemerintah juga abai mensejahterakan pekerja online yang seharusnya juga menjadi subyek Pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia.

“Salah satu bentuk kegagalan Pemerintah mensejahterakan pekerja Ojol adalah minimnya regulasi yang melindungi pekerja online dan rendahnya kebijakan serta dukungan anggaran negara untuk pekerja online,” terangnya.

Ia meminta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) harus bersikap tegas, dan membuat regulasi segera mungkin untuk melindungi pekerja online. Yakni regulasi yang memberikan kewenangan pemerintah untuk mengatur besaran tarif tanpa potongan aplikator, Jaminan sosial, jam kerja hingga mekanisme penyelesaian perselisihan yang adil dan efektif.

“Pemerintah dan DPR harus memasukkan kesejahteraan pekerja online dan pekerja di luar hubungan kerja lainnya di UU Ketenagakerjaan baru yang diamanatkan pembentukannya oleh Putusan MK no. 168 tahun 2024,” tegasnya.

“Pemerintah dan DPR juga harus melibatkan serikat pekerja atau organisasi pekerja online dalam pembahasan regulasi tersebut, termasuk akademisi dan institusi lainnya yang menjadi stakeholder bisnis ini,” imbuhnya. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button