Ekonomi

Dolar Keseleo, Imbas Inflasi Melemah

INDOPOSCO.ID – Dolar melemah lagi pada akhir perdagangan Rabu (10/3/2021) atau Kamis (11/3/2021) pagi Waktu Indonesia Barat (WIB). Ini setelah laporan inflasi Amerika Serikat (AS) yang lemah dan lelang obligasi Pemerintah AS 10-tahun kurang antusias, sedangkan mata uang berisiko seperti dolar Australia dan Selandia Baru menguat karena meningkatkan prospek pertumbuhan global.

Harga-harga konsumen Amerika membukukan kenaikan tahunan terbesar mereka dalam setahun, meskipun inflasi yang mendasarinya tetap lemah di tengah permintaan yang lamban untuk jasa-jasa seperti perjalanan maskapai penerbangan, data menunjukkan.

Pergerakan tersebut sebagian besar sejalan dengan ekspektasi para ekonom, meskipun inflasi inti naik 0,1 persen dibandingkan perkiraan pasar untuk kenaikan 0,2 persen.

Imbal hasil (yields) obligasi pemerintah AS turun setelah data tersebut dirilis, karena pelaku pasar memperkirakan prospek harga-harga konsumen yang lebih optimis.

Indeks dolar telah mengikuti secara ketat lonjakan imbal hasil obligasi pemerintah AS tahun ini, baik ketika imbal hasil yang lebih tinggi meningkatkan daya tarik mata uang maupun saat kejatuhan obligasi mengguncang kepercayaan investor, memicu permintaan untuk aset-aset safe-haven.

“Penggerak pergerakan dolar sejak awal tahun adalah suku bunga AS, dan saya tidak melihat skenario itu berubah,” ujar Joseph Trevisani, analis senior di fxstreet.com.

Imbal hasil obligasi turun dan harga naik setelah lelang obligasi AS 10-tahun menunjukkan permintaan lemah dengan rasio bid-to-cover (ukuran permintaan sekuritas tertentu selama penawaran dan lelang) yang lebih rendah dari rata-rata.

Lelang obligasi pemerintah telah diawasi dengan ketat setelah permintaan yang buruk untuk lelang obligasi AS 7-tahun dua minggu lalu memicu aksi jual obligasi pemerintah. Lelang obligasi pemerintah AS 30-tahun dijadwalkan pada Kamis (11/3/2021) waktu setempat.

Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap sekernajang enam mata uang saingannya, turun 0,17 persen menjadi 91,845.

“Obligasi semakin kuat, yang berarti dolar secara relatif berbicara, mungkin kurang menarik,” ujar Axel Merk, presiden dan manajer portofolio di Merk Hard Currency Fund di Palo Alto California.

“Obligasi mengalami aksi jual yang cukup besar dan banyak, akan memiliki pendapat bahwa itu mungkin telah dilakukan secara berlebihan,” tandasnya.

Mata uang-mata uang berisiko termasuk dolar Australia dan Selandia Baru menguat di tengah meningkatnya prospek pemulihan ekonomi global. Dolar Aussie dan Kiwi masing-masing naik 0,27 persen menjadi USD 0,7732 dan USD 0,7186.

Rancangan undang-undang bantuan Covid-19 sebesar USD 1,9 triliun dari Presiden AS Joe Biden memenangkan persetujuan akhir di Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu (10/3/2021). Gedung Putih mengatakan Biden berencana untuk menandatangani RUU tersebut menjadi undang-undang pada Jumat (12/3/2021) dilansir Antara.

Euro menguat 0,16 persen menjadi USD 1,19195 menjelang pertemuan Bank Sentral Eropa (ECB) pada Kamis (11/3/2021) waktu setempat.

Satu topik diperkirakan akan mendominasi pertemuan ECB: apa yang harus dilakukan tentang kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah, yang, jika dibiarkan, dapat menggagalkan upaya untuk mengembalikan ekonomi yang terpukul virus corona ke jalurnya.

Bank sentral Kanada (BoC) pada Rabu (10/3/2021) mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah pada 0,25 persen, seperti yang diperkirakan, dan mengatakan ekonomi Kanada terbukti lebih tangguh daripada yang diantisipasi terhadap gelombang Covid kedua dan langkah-langkah penahanan.

Dolar Kanada, yang telah menjadi salah satu mata uang berkinerja terbaik terhadap greenback, turun tipis 0,06 persen menjadi USD 1,2629. (aro)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button