INDOPOSCO.ID – Sosiolog Universitas Airlangga (Unair), Profesor Bagong Suyanto menegaskan, pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk merehabilitasi infrastruktur pondok pesantren merupakan langkah yang tepat dan wajar.
Menurutnya, kebijakan ini bukan semata-mata bantuan kepada lembaga pesantren, melainkan bagian dari tanggung jawab negara untuk melindungi anak-anak yang menempuh pendidikan di sana.
“Dasar pemanfaatan APBN itu jangan dilihat sebagai bantuan untuk lembaga pesantren semata,” ujar Prof. Bagong dalam keterangannya, Kamis (16/10/2025).
“Yang paling penting, negara berkewajiban menjamin perlindungan bagi para santri yang pada dasarnya adalah anak-anak. Jadi ini adalah bentuk tanggung jawab pemerintah untuk memastikan keselamatan mereka,” sambungnya.
Prof. Bagong menilai, pondok pesantren memiliki peran penting dalam sistem pendidikan nasional. Sebagai lembaga yang turut menyelenggarakan pendidikan berbasis keagamaan, pesantren sesungguhnya membantu negara dalam memberikan layanan pendidikan kepada anak-anak di berbagai daerah.
“Pesantren itu bagian dari sistem pendidikan kita. Mereka membantu negara dalam memberikan jaminan pendidikan bagi anak-anak, terutama di wilayah yang mungkin belum terjangkau sekolah umum. Jadi kalau pemerintah mengalokasikan anggaran untuk memperkuat sarana pesantren, itu wajar,” jelasnya.
Menanggapi dinamika opini publik setelah kasus insiden di salah satu pesantren di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur ia mengingatkan pentingnya sikap arif dan proporsional.
Prof. Bagong menilai, publik tidak seharusnya menggeneralisasi seluruh pondok pesantren, hanya karena ada segelintir kasus yang mencuat di media.
“Tidak semua pondok sama. Ada yang memang masih perlu pembinaan, tapi banyak juga pondok yang sangat baik dan bisa menjadi role model. Jadi masyarakat perlu arif agar tidak menghakimi semua pondok dari satu-dua kasus,” ujarnya.
Prof. Bagong menekankan dalam menyalurkan bantuan atau program pemerintah, pendekatan yang melibatkan pimpinan pesantren harus menjadi prinsip utama. “Pemerintah sebaiknya tidak berjalan sendiri,” ucapnya.
“Harus melibatkan perwakilan atau asosiasi pesantren agar tidak muncul kesan intervensi birokrasi. Dengan begitu, niat baik pemerintah untuk membantu akan diterima lebih positif,” imbuhnya.(nas)








