Nusantara

Aksi Kekerasan Terhadap Wartawan Terjadi di Lebak, Ini Penyebabnya

INDOPOSCO.ID – Aksi kekerasan kembali dilakukan terhadap awak media. Kali ini, insiden tersebut menimpa seorang wartawan dari media online Global Investigasi News, bernama Sahran.

Ia menjadi korban pemukulan saat menjalankan tugas jurnalistik meliput proyek pembangunan jalan rabat beton di Kampung Kalideres Girimukti, Desa Girimukti, Kecamatan Cilograng, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Peristiwa yang terjadi pada Rabu, 13 Agustus 2025 sekitar pukul 10.15 WIB lalu itu menjadi bukti bahwa kekerasan terhadap jurnalis masih jadi ancaman nyata di lapangan. Padahal, kerja jurnalistik dilindungi secara hukum oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Informasi yang dihimpun Indoposco, kronologis kejadian bermula saat Sahran tengah mendokumentasikan pembangunan jalan rabat beton yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2025, dengan nilai anggaran sebesar Rp110 juta.

Saat itu, ia menemukan adanya dugaan pelanggaran teknis berupa tidak digunakannya lapisan plastik sebagai dasar pekerjaan, yang menjadi standar dalam konstruksi jenis tersebut.

“Saya sedang mengambil dokumentasi gambar dan mempertanyakan mengapa plastik tidak digunakan dalam proses pengerjaan. Tiba-tiba, pelaksana proyek yang diketahui bernama Suhendi datang dan langsung memukul saya tanpa basa-basi,” ungkap Sahran, Sabtu (16/8/25).

Menurut keterangan Sahran, Suhendi memukul bagian dadanya sebanyak dua kali dan kepala dua kali, serta melarangnya untuk mengambil gambar. Tindakan tersebut diduga sebagai bentuk intimidasi agar peliputan dihentikan.

“Saya langsung melaporkan kejadian ini ke Polsek Cilograng, didampingi Kepala Biro saya. Ini bukan hanya soal kekerasan, tapi juga soal hak dan perlindungan kerja jurnalistik,” tambahnya.

Kepala Biro Global Investigasi News wilayah Lebak, Wawan Gunawan, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia memastikan kasus ini akan dibawa ke ranah hukum agar menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar menghormati kerja jurnalis.

“Kami akan menempuh jalur hukum. Anggota kami sedang menjalankan tugas sesuai kode etik jurnalistik, dan perbuatan pemukulan itu jelas melanggar hukum,” tegas Wawan.

Ia merujuk pada Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Kasus ini menambah daftar panjang insiden kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia, khususnya yang terjadi saat peliputan proyek-proyek publik. Ironisnya, banyak dari proyek tersebut didanai dari uang negara yang semestinya dapat dipantau oleh publik, termasuk melalui kerja jurnalistik.

“Ini bukan sekadar kekerasan fisik terhadap wartawan, tapi juga serangan terhadap kebebasan pers dan demokrasi,” ujar Wawan.

Ia berharap aparat penegak hukum bertindak cepat dan tegas agar pelaku mendapatkan sanksi hukum yang setimpal.

Organisasi profesi wartawan dan lembaga pers juga didorong untuk ikut mengawal kasus ini hingga tuntas. Perlindungan terhadap jurnalis harus menjadi prioritas, terutama ketika mereka tengah melakukan peliputan di lapangan yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Pembangunan rabat beton yang dikerjakan oleh Pemerintah Desa Girimukti patut mendapatkan sorotan lebih lanjut, mengingat adanya dugaan pelanggaran teknis yang terungkap dalam proses peliputan tersebut. Bila benar tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB), maka hal ini dapat mengarah pada dugaan penyelewengan anggaran atau proyek asal jadi.

Masyarakat berhak tahu ke mana dana desa mereka dialokasikan dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan. Untuk itu, wartawan sebagai penyambung lidah publik harus diberikan ruang dan perlindungan saat melaksanakan tugas jurnalistik.

Atas kejadian ini, berbagai pihak menyerukan agar aparat kepolisian segera menindaklanjuti laporan yang telah dibuat oleh korban dan membawa pelaku ke pengadilan. Tidak boleh ada kompromi terhadap tindakan kekerasan yang mengancam kebebasan pers.

“Kami menuntut agar pelaku diproses secara hukum dan diberikan hukuman maksimal sesuai undang-undang. Jangan sampai kasus seperti ini terus terulang,” tegas Wawan menutup pernyataannya. (yas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button