Nusantara

Kemarau Landa Gunungkidul, DMC Dompet Dhuafa Distribusi Air Bersih

INDOPOSCO.ID – Terik matahari yang menyengat semakin mengeringkan tanah yang sudah kerontang. Petak-petak sawah tampak tandus dan retak; tak ada tanaman hijau yang tumbuh, hanya sisa-sisa padi berwarna cokelat kekuningan yang tersisa.

Hingga siang ini (Jumat, 06/09) Dusun Piji yang berada di Kecamatan Gedangsari masuk ke dalam 12 kecamatan lainnya di Kabupaten Gunungkidul yang kini dilanda kemarau panjang, yang menyebabkan bencana kekeringan dan krisis air bersih.

Sebagian besar petani di wilayah Gunungkidul merupakan petani yang bercocok tanam padi. Pertanian padi dari proses tanam sampai ke tahap panen sangat bergantung pada ketersediaan air yang cukup. Namun, di musim kemarau yang berlangsung lama ini sangat mengganggu aktivitas petani di Gunungkidul.

Pak Beja, seorang petani di Dusun Piji, mengatakan bahwa hujan terakhir kali mengguyur kampungnya pada bulan Mei lalu. Hal ini membuat sawah padi Pak Beja kekurangan pasokan aliran air dari irigasi yang juga kering. Imbasnya, padi menjadi mati. Dari jumlah keseluruhan padi yang ia tanam hanya sebagian saja yang dapat ia panen.

“Biasanya saya dapat (panen) satu kuintal, tapi tahun ini ada penurunan 40 sampai 50 persen,” ujar Pak Beja.

Seperti petani lainnya di Kecamatan Gedangsari, Kegiatan pertanian padi Pak Beja ditujukan untuk sarana subsistensi keluarganya karena hasil produksinya tidak diperjualbelikan di pasar.

“Kalau waktu biasa (tanpa gangguan dari kemarau panjang dan tak tentu) panen bisa dua kali (dalam setahun). Itu juga pas-pasan, tapi cukup untuk hidup sampai ke panen berikutnya. Kalau untuk dijual, atau ada lebihnya untuk dijual sih gak ada. Pokoknya cukup,” kata Pak Beja.

Di kemarau panjang beberapa bulan ini tidak seluruhnya padi yang ditanam Pak Beja dapat membuahkan hasil. Konsekuensi yang perlu ditanggung Pak Beja adalah jumlah cadangan beras untuk konsumsi setahun keluarganya tidak mencukupi. Kerugian lainnya adalah biaya produksi yang telah ia tuangkan untuk bercocok tanam padi terbuang sia-sia.

“Simpanan beras yang ada dari panen sebelumnya tidak cukup untuk sampai ke panen berikutnya. Ujung-ujungnya kita harus beli di warung. Dari saya kecil, baru tahun ini semua petani di sini gagal panen kedua. Biasanya masa tanam yang kedua bisa panen. Tapi tahun ini sebagian besar gagal,” ujar Pak Beja yang kini berusia 36 tahun.

Untuk membeli beras, karena simpanan beras yang ada tidak mencukupi, Pak Beja harus bekerja di luar sektor pertanian. Yang ia kerjakan saat ini agar dapat memperoleh uang adalah dengan menganyam suatu kerajinan tangan dan ia jual di pasar.

1 2Laman berikutnya
mgid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button