Jampidum Setuju Penghentian Perkara Berdasar Restorative Justice

INDOPOSCO.ID – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI menyetujui penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice di Kejaksaan Negeri (Kejari) Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut).
Plt Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulut Freddy Runtu, di Manado mengatakan telah melaksanakan ekspose perkara restorative justice secara virtual dengan Jampidum Kejaksaan RI.
“Perkara restorative justice tersebut berasal dari Kejari Kepulauan Sangihe yaitu perkara tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik atas nama tersangka Julian Katiandagho,” kata Runtu melalui Kasi Penkum Theodorus Rumampuk, seperti dikutip Antara, Sabtu (19/2/2022).
Ia menambahkan, dimana diduga melanggar Pasal 45 Ayat (3) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ekspose tersebut dilakukan Plt Kajati Sulut Fredy Runtu, bersama Asisten Tindak Pidana Umum Jeffry Paultje Maukar, Koordinator Anthoni Nainggolan, Kasi Oharda Cherdjariah, Kasi Kamnegtibum Yudi Aryanto, dan Kasi Penkum Theodorus Rumampuk.
Ia mengatakan terwujudnya perdamaian setelah Jaksa sebagai fasilitator mencoba mendamaikan dengan cara mempertemukan kedua belah pihak yang disaksikan oleh Penyidik Polres Kepulauan Sangihe dan tokoh agama, tokoh masyarakat Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Tersangka juga bersedia membuat pernyataan maaf secara terbuka melalui media sosial dan melalui saluran Radio Republik Indonesia di Tahuna tanggal 10 Februari 2022 sebagaimana tercantum dalam surat kesepakatan perdamaian tanggal 7 Februari 2022 dan berita acara proses perdamaian pada tanggal 7 Februari 2022 sehingga korban sudah merasa tidak keberatan lagi dan korban sudah memaafkan tersangka.
Dari perkara tindak pidana umum yang dilakukan ekspos tersebut, Jampidum Fadil Zumhana memberikan persetujuan untuk dilakukan restorative justice dan selanjutnya akan dilakukan penghentian penuntutan oleh kejaksaan negeri yang bersangkutan.
Bahwa perkara tindak pidana tersebut dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutan berdasarkan keadilan restorative justice oleh karena telah memenuhi syarat untuk dilakukan restorative justice.
Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Kemudian tindak pidana yang dilakukan tersangka diancam pidana penjara tidak lebih dari lima tahun, telah ada kesepakatan perdamaian antara pihak korban dan tersangka disertai pemenuhan kewajiban, telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka dengan mengganti biaya yang ditimbulkan akibat perbuatan pidana, masyarakat merespon positif.
Restorative justice ini diikuti secara virtual oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe Eri Yudianto, beserta Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe. (mg2)