Nusantara

LPA Desak APH Hukum Jaringan Pengeksploitasi Anak Silver

INDOPOSCO.ID – Lembaga Perlindungan Anak (LPA), mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk membongkar dan menghukum aktor yang mengeksploitasi anak dijadikan alat untuk mengamen di jalanan.

Hal itu dinilai suatu tindakan yang bukan hanya tentang melanggar hak, merendahkan harkat dan martabat anak, tetapi lebih dari itu, memporak-porandakan sejumlah aturan hukum tentang perlindungan anak di Indonesia.

“Ada bayi usia dibawah 10 bulan dieksploitasi ekonomi dengan cara dicat silver tubuhnya lalu dibawa mengemis di jalanan. Kondisi itu menjadi semakin dibuat permisif oleh sedemikian banyak warga masyarakat, tatkala mata kita dengan jelas melihat kejadian tersebut di jalanan,” kata Ketua LPA Provinsi Banten, Iip Syafrudin, Jumat (1/10/2021).

Iip menegaskan, sedikitnya ada tiga Undang-undang (UU) yang mengatur tentang upaya Perlindungan anak, yaitu UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, UU nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan UU Perkawinan.

“Spesifik tentang perlindungan bagi anak dan atau bayi yang dijadikan manusia silver, hal tersebut sudah diatur dalam UU nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah No 78 tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak. Serta jika terdapat di daerah tersebut yaitu Peraturan Daerah tentang Perlindungan Anak,” tegasnya.

Ia menjelaskan, korban eksploitasi ekonomi adalah termasuk kedalam Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK). Dengan diperlakukan seperti itu, bayi tersebut serta sejumlah anak-anak lainnya yang dipaksa dicat tubuhnya, dijadikan tameng untuk mengemis dalam rangka menimbulkan iba bagi masyarakat, jelas anak tersebut korban eksploitasi ekonomi.

“Negara, Pemerintah dan segenap masyarakat diwajibakn untuk melakukan intervensi sesuai dengan kewenangannya. Di cat silver lalu kemudian diajak untuk mengemis adalah salah satu modus pelaku dalam rangka mengeksploitasi anak,” jelasnya.

Kondisi terkini, kata dia, jaringan para pelaku pengeksploitasi anak itu sudah menghilang dari daerah tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa oknum itu ketakutan karena merasa bersalah memperlakukan anak-anak dijadikan manusia silver.

Pihaknya berharap, peristiwa itu menjadi atensi besar Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan, agar berupaya maksimal dalam mengungkap jaringan pengeksploitasi tersebut.

“Tangkap, proses dan hukum jaringan tersebut, agar menjadi Informasi, pembelajaran dan terapi kejut bagi masyarakat, khususnya para pelaku, sehingga tidak lagi terjadi proses-proses pelanggaran dan pengkerdilan terhadap hak-hak anak di Indonesia,” pungkasnya. (son)

Back to top button