Nusantara

Korupsi Hibah Ponpes, ALIPP: Periksa Pejabat Biro Kesra

INDOPOSCO.ID – Langkah cepat yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dalam merespons laporan dugaan korupsi dana hibah dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten untuk Pondok Pesantren (Ponpes) di seluruh wilayah Banten, patut diapresiasi.

Penetapan tersangka terhadap ES, warga Pandeglang yang berasal dari pihak swasta, oleh Kejati Banten dinilai sebagai tindakan yang cepat dan ini baru langkah awal. Sebab, tidak mungkin tersangka ES, melakukan pemotongan dana hibah untuk Ponpes itu sendirian.

Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP) Uday Suhada, kepada INDOPOSCO.ID, Sabtu (17/4/2021) menegaskan, pihaknya akan terus mengawal dan mendesak Kejati Banten untuk menangani persoalan ini dengan profesional dan objektif.

“Kami mendesak penyidik Kejati Banten segera memanggil dan memeriksa pejabat Biro Kesra Pemprov Banten. Tidak hanya itu, seluruh pihak terkait juga harus diperiksa. Kasus hibah Ponpes tidak hanya persoalan modus pemotongan dana tetapi juga ada modus lain seperti adanya dugaan Ponpes fiktif,” tegas Uday.

Menurut Uday, modus pemotongan dan lembaga penerima fiktif pasti melibatkan banyak orang, baik di lingkungan Biro Kesra Pemprov Banten maupun di lingkaran pengurus Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Provinsi Banten.

“Pola kuno dan kampungan ini adalah pengulangan sejarah kelam penyaluran bantuan hibah sepuluh tahun yang lalu,” tegas Uday.

Karenanya, kata Uday, kasus ini harus dikawal, agar Kejati tetap serius, membongkar untuk menemukan dan menindak tegas para pelaku utama dan aktor intelektualnya.

“Perkaranya tidak terlalu rumit untuk diungkap secara menyeluruh. Ini adalah kejahatan yang memanfaatkan kedok agama. Merampok di jalan Allah. Kesesatan di jalan lurus,” ujar Uday.

Uday menjelaskan, modus pemotongan dana hibah dan lembaga penerima fiktif ini sudah terjadi pada kasus dana hibah 10 tahun lalu di Provinsi Banten. Kedua modus ini dibuat secara terstruktur dan masif.

“Secara administratif, dokumen lembaga penerima hibah memang terkesan lengkap. Ada akte notaris dan susunan pengurusnya juga ada. Namun, ketika dicek ke lapangan, bentuk fisik dari lembaga itu tidak ada. Itu artinya, dokumen administrasi itu sengaja dibuat supaya bisa menerima hibah. Namun, ketika dana hibah sudah dikirim ke nomor rekening, dana itu diambil kembali untuk kepentingan pribadi oknum tertentu,” ujarnya.

Uday menjelaskan, pada APBD 2018, Pemprov Banten kucurkan dana hibah untuk 3.364 Ponpes, masing-masing sebesar Rp20 juta. Totalnya Rp66,280 miliar.

Kemudian pada APBD 2020, lanjut Uday, Pemprov Banten kucurkan dana hibah untuk 4.042 Ponpes, masing-masing sebesar Rp30 juta. Total Rp117,780 miliar.

Sedangkan pada APBD 2021, kata Uday, Pemprov Banten kucurkan kembali dana hibah untuk 3.364 Ponpes, masing-masing sebesar Rp40 juta. Totalnya Rp161,680 miliar.

“Total dana yang dihibahkan untuk Ponpes melalui Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) dalam tiga tahun APBD itu sebesar Rp345,74 miliar,” ujarnya.

Lebih jauh, Uday mengatakan, berdasarkan hasil investigasi ALIPP menemukan data bahwa terdapat banyak lembaga penerima diduga fiktif. Nama Ponpesnya ada, tapi tak ada wujudnya. Di satu kabupaten saja, ditemukan 46 lembaga Ponpes penerima hibah yang diduga fiktif.

Demikian pula pengakuan sejumlah pimpinan Ponpes yang saat dilakukan konfirmasi, menyatakan tidak utuh menerima bantuan tersebut.

“Perlu diingat dan disadari bersama bahwa Ponpes adalah lembaga pendidikan agama yang semestinya menjadi tempat untuk menyiapkan generasi penerus yang berakhlak mulia, bebas dari praktik korupsi,” tegas Uday. (dam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button