Nusantara

Pelaporan Pj Gubernur Banten ke Kejagung Dinilai sebagai Upaya Pembunuhan Karakter

INDOPOS.CO.ID – Pengamat hukum yang juga seorang advokat senior di Provinsi Banten Razid Chaniago menilai, pelaporan terjadap Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar terkait kasus korupsi dana hibah Pondok Pesantren (Ponpes) tahun 2018-2020 yang para pelakunya sudah menjalani hukuman pidana, dinilai hanya untuk membunuh karakter.

Dia mengatakan pelaporan tersebut merupakan upaya perusakan reputasi Al Muktabar sebagai mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Banten yang saat ini menjabat sebagai Pj Gubernur Banten

“Kalau saya amati, pelaporan terhadap Pj Gubernur Banten ke Kejaksaan Agung (Kejagung) atas kasus korupsi dana hibah Ponpes tahun 2018 dan 2020 lalu itu hanya sebagai upaya pembunuhan karakter atau untuk merusak reputasi Pj Gubernur yang saat ini kerap menerima penghargaan dari pemerintahan pusat atas prestasinya dalam membangun Banten,” ujar Razid Chaniago kepada indopos.co.id, Kamis (2/11/2023).

Ia menjelaskan, perlu untuk diketahui bahwa persoalan hukum dana Ponpes tahun 2018 dan tahun 2020 telah diproses hukum, baik di tingkat Pengadilan Negeri Serang (judex factie) maupun pada tinggkat judex iurist, Pengadilan Tinggi Banten dan Mahkamah Agung, dan putusannya di mana telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkracht.

“Dalam proses hukum pada tingkat peradi law a quo, para terdakwa yang dihadapkan ke persidangan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Banten,” cetus pengacara senior yang kerap mendampingi klien kasus korupsi ini.

Razid meegaskan, terkait dengan laporan terhadap Al Muktabar ke Kejagung perlu untuk diluruskan agar tidak terjadi salah dalam nıemahanıi fakta hukum .

”Kita ketahui bahwa Pak Al Muktabar dilantik menjadi Sekda Banten pada tanggal 27 Mei 2019. Berdasarkan fakta ini sudah jelas bahwa Al Muktabar bukan sebagai Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) saat itu, akan tetapi adalah tanggungajawab Sekda sebelumnya, sehinngga dengan fakta ini Al Muktabar tidak dapat dimintai pertanggunngjawaban secara hukum,” tegasnya.

Apalagi kata Razid, tidak ada dalam ketentuan hukuın seseorang dinıintai pertanggungjawaban di mana ketika kejadian belunı menjabat.

”Hal ini telah terungkap dalam fakta persidangan,sehiıgga laporan yang disampaikan terhadap Al Muktabar di Kejagung menurut pendapat saya selaku pengamat hukum tidak mempunyai landasan hukum sebagai dasar dari laporan a quo dan laporan tersebut dapat dikatakan tidak masuk akal, tidak 1ogis, bertentantangan dengan nalar, irasional atau dengan kata lain error in person,” tuturnya

Diterangkan, berdasarkan fakta hukum dari dokumen yang ada di mana perencanaan APBD yang dilakukan di tahun 2020, maka perencanaannya dilakukan tahun 2019 dan KUAPPS-nya harus sudah masuk ke Bappeda maksimal tanggal 25 Mei 2019.

”Artinya ketika Pak Al Muktabar dilantik rnenjadi Sekda Banten KUAPPS untuk tahun 2020 saat itu sudah masuk ke Bappeda dan dokumen sudah jadi dan untuk segera diteruskan kepada gubemur saat itu,” ungkap Razid Chaniago.

Ia menambahkan, majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya pada tingkat kasasi sebagaimana tertuang pada halaman 25 dan halaman 26 putusan Kasasi Nomor 5656 K/Pid.Sus/ 2022.

Selain itu, dalam fakta persidangan Biro Kesra Setda Banten tidak melaksanakan tugasnya dalam kegiatan perencanaan penganggaran, dan menyalahi dalam kapasitas dan kewenangan yang ada pada dirinya sebagai begian dari OPD/ Unit kerja kegiatan Bantuan hibah uang, tidak melakukan evaluasi terhadap proposal permohonan.

”Bantuan dana hibah kepada Pondok Pesantren itu, Biro Kesra tidak melakukan survei ke lapangan, tetapi hanya menerima data Pondok Pesantren dari FSPP,” tandasnya. (yas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button