Nusantara

DPRD Banten Desak Aparat Hukum Usut Proyek PL Dinkes Rp 2,5 Miliar

INDOPOSCO.ID – Wakil ketua Komisj III DPRD Banten Ade Hidayat mendesak aparat hukum mengusut adanya dugaan Korupsi, Korupsi dan Nepoitisme (KKN) dalam Proyek Penunjukan Langsung (PL) senilai Rp 2,5 miliar di lingkungan Dinas Kesehatan. Yaitu, pengadaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS) untuk rumah sakit Malingping.

“Intinya DPRD sepakat dengan KPK dan Ketua Kadin Banten, bahwa langkah terjadinya nilai proyek Rp 2,5 miliar dijadikan PL adalah sesuatu yang salah,” tegas Ade Hiayat yang juga kader partai Gerindra ini kepada INDOPOSCO, Kamis (4/3/2021).

Menurut Ade, perlunya kasus tersebut diproses hukum karena masyarakat yang demokratis menjadikan hukum sebagai panglima dan aparat hukum harus mengawal proyek tersebut, dari mulai penyusunan anggaran hingga dijadikan PL. ”Hukum harus menjadi panglima dan masyarakat harus ikut mengawal,” cetusnya.

Ia mengatakan, dengan dijadikan proyek PL oleh Kepala Dinkes Ati Paramudji Hastuti, sehingga otomatis kontraktor lain tidak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan proyek tersebut.”Saya pikir kesalahan itu perlu didalami,” imbuhnya.

Lebih jauh Ketua DPC Gerindra Kabupaten Lebak ini juga menyoroti kekosongan jabatan Direktur RSUD Malingping, sehingga segala sesuatu yang ada di RSUD Malingping langsung diambil alih oleh Kadinkes.
”Terkait kekosongan jabatan Direktur RSUD Malingping kan juga harus dilihat, apakah ada motif lain atau bukan, karena Rumah Sakit Malingping sebagai BLUD.

”Masa kosong terus nggak ada direkturnya. Masa iya BLUD langsung dibawa Kadinkes,” ujarnya.

Ia berjanji, Komisi III DPRD Banten akan memanggil Kepala Dinkes usai reses anggota dewan. ”Nanti kita paanggil dulu Kadinkesnya habis reses,” tukasnya.

Sebelumnya, KPK dan Ketua Kadin Banten Mulyadi Jayabaya menegaskan, proyek senilai Rp 2,5 miliar di RSUD Malingping yang di PL kan oleh Kadinkes adalah suatu tindakan yang salah. ”Itu salah besar dan tidak boleh proyek Rp 2,5 miliar dilakukan penunjukan langsung, dan itu harus tender.Aparat hukum tidak boleh tinggal diam menyikapi hal ini,” tegas Jayabaya.

Sebelumnya, Direktur Koordinasi Wilayah II Satgas Pencegahan KPK, Yudiawan Yudisono mengatakan, proyek milik pemerintah dengan nilai miliaran dilakukan dengan metode penunjukan langsung jelas salah. Hal itu berdasarkan Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa milik pemerintah.

“Kebetulan sekarang kan sudah ada aturan yang baru yaitu Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa milik pemerintah. Namun itu berlaku sejak diundangkan, bukan berlaku surut. Kalau seandainya ada kasus yang PL nilainya miliaran itu jelas salah. Itu silahkan dilaporkan saja. Siapa tahu dalam itu ada unsur tindak pidana korupsi,” katanya saat ditemui di DPRD Banten, Rabu (3/3/2021).

Ia menjelaskan, proyek senilai Rp2,5 miliar seharusnya dilakukan dengan cara metode tender. Mengingat yang sering terjadi adanya kesalahan dalan pengadaan barang dan jasa adalah pengaturan pemenang, pinjam bendera perusahaan, spek teknisnya tidak sesuai, penunjukan langsung atau mungkin memecah-mecah proyek.

“Kalau Rp2,5 miliar harus melalui tender ya. Yang paling sering adanya suap dan gratifikasi. Karena itu masuk tindak pidana korupsi. Kalau ada hal seperti itu, silahkan dilaporkan dengan bukti-bukti yang lengkap. Jangan hanya bukti sepotong, karena nanti penyidik akan mengalami kesulitan dalam penyidikan. Ke APH setempat ataupun ke KPK dipersilahkan terbuka dilaporkan,” jelasnya.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan Banten,Ati Pramdji Hastuti berkilah, proyek senilai Rp 2,5 miliar itu di PL kan karena mengacu kepada Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa.

Apalagi, kata mantan Kadis Kesehatan Kota Tangerang ini, proyek penunjukan langsung itu sudah di review oleh Satgas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan sudah ditelaah oleh Inspektorat. (yas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button