Nusantara

Akademisi Tagih Janji Wahidin Halim soal Sekolah Gratis

INDOPOSCO.ID – Janji politik Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, Waahidin Halim dan Andika Hzrumy untuk menggratiskan sekolah menengah atas yang berasal dari APBD Banten pada pemlihan Gubernur tahun 2018 lalu berhasil membius masyarakat,kendati sudah tiga tahun memimpin Banten, jani yang dilontarkan mantan Walikota Tangerang tersebut tidak sesuai fakta.

“Janji politik sekolah gratis Wahidn Halim hanya untuk meninabobokan masyarakat. Apa kabar kualitas pendidikan di Banten? Kemana arah pendidikan dalam balutan janji politik saat ini?,” tanya Ikhsan Ahmad,akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten kepada INDOPOSCO,Rabu (24/2/2021).

Tragisnya,kata Ikhsan, pendidikan dijalankan bukan karena amanat konstitusi tetapi berbasis pencitraan, maka pilihannnya adalah kalkulasi gratis untuk masyarakat.

“Kata gratis berhasil menjadi hipnotis sekaligus mantra “bim salabim” bagi pihak sekolah untuk terus dapat berakrobat dengan kehidupannya. Bim salabim, jadi apa, prok prok, ayo bantu, jadi apa pendidikan gratis ? kata Ikhsan menirukan gaya pelawak Tarno itu.

Menurut Ikhsan, sama halnya denga janji WH tentang berobat gratis yang hingga kini tidak pernah terealisasi. Pendidikan gratis telah menyulap adanya fakta kesulitan biaya operasional SMAN dan SMKN di Banten.

“Tahun 2017 pendidikan gratis yang mengalokasikan Rp 500 ribu per siswa, tidak terlaksana karena menjadi SILPA (Sisa Lebih Pengunaan Anggran),dan tahun 2018 kembali dianggarkan Rp 1 juta per siswa, namun kembali menjadi SILPA,” ungkap Ikhsan.

Parahnya,kata Ikhsan, sejak 2019 pendidikan gratis adalah pengalokasian anggaran dana BOSDA (Biaya Operasional Sekolah Daerah) untuk pembayaran gaji guru dan tenaga tata usaha honorer, lengkap dengan tunjangannya, seperti tunjangan wali kelas, Pembina eskul dan lain sebagainya.

“Setelah Pergub No 31 Tahun 2018 diganti dengan Pergub No 52 Tahun 2020, pembiayaan pendidikan gratis adalah pengalokasian pembiayaan untuk, belanja pegawai, belanja barang/jasa, dan belanja modal. “Tahun Anggaran 2021, ini hanya mengalokasikan untuk belanja pegawai,” cetusnya.

Ia memaparkan, menjadi tidak wajar dalam perjalanan dua tahun terakhir program pendidikan gratis yang sebenarnya dibiayai oleh APBN meluli Bosnas dan diklaim oleh WH program dia.”Sekolah hanya mengandalkan Bosnas, Kepala Sekolah mesti pandai melakukan trik-trik tersendiri ditengah heroisme pendidikan gratis, agar bisa membayar tagihan PLN, tagihan internet setiap bulannya dan keperluan tak terduga lainnya,” kata Ikhsan.

Celakanya,kata dosen Fisip Untirta ini, dana Bosnas tahun 2021, Tahap I sampai saat ini belum cair,sehingga banyak kepala sekolah yang terjerat hutang ke rentenir untuk memenuhi kebutuan sekolah.” Diperkirakan Bosnas cair pada bulan Maret. Artinya, selama 2 atau 3 bulan kedepan sekolah mesti berakrobat untuk menutupi operasional mereka karena meminta partisipasi kepada masyarakat tidak diperbolehkan, karena WJ ingi baik dimata masyarakat,” tutur Ikhsan.

Akibat tidak ada tentu arahya prpgram pendidkan di Bnayen ditangan WH,bisa jadi akrobat yang ditempuh kepala sekolah dan Dians Pendidikan bekerjasama dengan para pengijon proyek barang/jasa di masing-masing sekolah atau dibiarkan saja menunggak atau pinjam uang.

“Jangan salah ya, beberapa sekolah besar, seperti SMAN/SMKN 1 atau SMAN/SMKN 2 di delapan Kabupaten/Kota Provinsi Banten, tagihan PLN dan internetnya bisa mencapai puluhan juta rupiah,” ujarnya.

Padahal,kata Ikhsan, tahun 2019 lalu biaya tagihan PLN dan internet sudah dianggarakan dalam Bosda, bahkan saat itu sudah ada MoU dengan k PLN dan Telkom dimana pembayarannya langsung dari dana Bosda melalui bendahara Pemprov Banten.” Akan tetapi kemudian di tahun 2020 semua berubah karena dana Bosda hanya dialokasikan untuk gaji guru dan tu non PNS saja,” ungkapnya.

Sehingga tak heran, kebijakan plin plan WH ini menjadi wajar ketika muncul anggapan bahwa pendidikan gratis ala WH ini mengorbankan para Kepala Sekolah. “Padahal jika dicermati, sebelum adanya janji politik pendidikan gratis ketika SMAN, SMKN dan SKN melakukan pungutan SPP setiap bulan, dialokasikan untuk pembayaran honorer guru dan TU non PNS, membayar tagihan PLN, dan DSP untuk siswa kelas X, biasanya digunakan untuk rehab berat dan pembelian barang modal,” terangnya juga.

“Masih ingat ditahun 2018? Ketika Kepala Sekolah SMKN 4 Kota Tangerang ditengah sulitnya berakrobat, meminta partisipasi kepada orang tua murid dan kemudian langsung di pecat oleh WH hanya demi pencitraan,” sambungnya.

Kepala Dinas Pndikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten, Tabrani yang dikonfirmasi INDOPOSCO terkait tudingan ikhsan Ahmad ini enggan memberikan komentar. Padahal selama ini Tabrani selalu ramah dan selalu menjawab setiap pertanyaan wartawan terkait masalah pendidkan.Pesan singkat yang dikirmkan melalui pesan whatsapp hingga kini tidak berbalas kendati telepon selularnya dalam kondisi aktif. (yas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button