Nasional

Jadi Ruh Pendidikan, Kurikulum Berbasis Cinta Resmi Diluncurkan Kemenag

INDOPOSCO.ID – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan lahirnya kurikulum Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) menjawab kegelisahan atas dominasi pendidikan yang hanya berorientasi pada aspek kognitif semata. Menurutnya, cinta adalah bahasa universal yang bisa menjembatani perbedaan dan menyatukan umat manusia dalam harmoni.

“Jangan sampai kita mengajarkan agama, tapi tanpa sadar menanamkan benih kebencian kepada yang berbeda. Kurikulum ini adalah upaya menghadirkan titik-titik kesadaran universal dan membangun peradaban dengan cinta sebagai fondasi,” ujar Nasaruddin dalam keterangan, Kamis (24/7/2025).

Ia menambahkan bahwa spiritualitas harus kembali menjadi roh pendidikan, termasuk dalam konteks ekoteologi, yaitu kesadaran bahwa manusia bukan penguasa atas alam, melainkan bagian dari sistem kehidupan yang harus dijaga bersama.

“Teologi ini harus melahirkan logos yang berbuah menjadi habit. Jika itu terwujud, kita akan membentuk generasi yang kuat dalam moral, lembut dalam sikap, dan kokoh dalam kebersamaan,” ungkapnya.

Direktur Jenderal (Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Prof. Amien Suyitno menambahkan, KBC dibangun atas lima nilai utama yang disebut Panca Cinta, yakni; Cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa; Cinta kepada Diri dan Sesama; Cinta kepada Ilmu Pengetahuan; ⁠Cinta kepada Lingkungan dan Cinta kepada Bangsa dan Negeri.

Kelima nilai ini menjadi kerangka dasar dalam membentuk perilaku dan visi hidup peserta didik, yang diintegrasikan tidak hanya dalam pelajaran agama, tetapi lintas mata pelajaran dan jenjang pendidikan.

“Kita ingin madrasah dan sekolah menjadi ruang suci yang tidak hanya mencerdaskan akal, tetapi juga menghangatkan jiwa,” ujar Suyitno.

Lebih jauh ia mengungkapkan, KBC dikembangkan secara kolaboratif oleh Direktorat KSKK Madrasah sejak akhir 2024, melalui uji coba di 12 madrasah di berbagai provinsi dan lima kali uji publik yang melibatkan pakar nasional, seperti Prof. Yudi Latif, Nyai Alissa Wahid, Haidar Bagir, dan Prof. Fasli Jalal.

“Kita butuh kurikulum yang menyentuh akar, bukan hanya akal. Kurikulum yang membentuk empati, bukan sekadar mengisi memori,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti tantangan nyata seperti meningkatnya perundungan di sekolah, intoleransi sosial, dan kerusakan lingkungan, termasuk hilangnya jutaan hektare lahan produktif di Indonesia setiap tahun. Dalam konteks itu, KBC hadir untuk membentuk kesadaran ekologis dan solidaritas sosial sejak dini.

KBC akan diimplementasikan secara bertahap melalui pelatihan daring lewat MOOC PINTAR, pelatihan calon pelatih, dan penguatan pemantauan melalui program MAGIS, yang dikembangkan bersama mitra strategis seperti INOVASI. Sinergi antar unit di lingkungan Ditjen Pendis seperti GTK, PAI, dan Pusbangkom juga akan memperkuat eksekusi kurikulum ini.

“Kurikulum ini bukan hanya milik madrasah, tapi milik seluruh bangsa. Ia akan memperkuat tri pusat pendidikan: sekolah, rumah, dan masyarakat. Karena pendidikan yang utuh harus melibatkan semua pihak,” ujarnya.

KBC digadang-gadang sebagai kontribusi nyata Kemenag dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Dengan mencetak generasi yang tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga matang dalam spiritualitas, toleran, dan cinta lingkungan.

“Melalui KBC, kita ingin melahirkan generasi yang berpikir dengan cinta, merasa dengan cinta, dan bertindak dengan cinta. Pendidikan yang bukan hanya mencetak orang pintar, tapi membentuk manusia yang utuh,” terangnya.

Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) KBC sebagai wajah baru pendidikan Islam yang lebih humanis, inklusif, dan spiritual. Mengusung semangat “Mewujudkan Cinta dalam Ruh Pendidikan”, KBC hadir sebagai respons konkret atas berbagai krisis kemanusiaan, intoleransi, dan degradasi ekologi yang kian mengkhawatirkan.

KBC tidak hanya dirancang sebagai perangkat teknis ajar, tetapi sebagai filosofi hidup yang menjadikan cinta sebagai poros utama dalam pembentukan karakter peserta didik. KBC bukan sekadar transformasi kurikulum, tapi gerakan nilai.

Sebuah upaya menciptakan ruang belajar yang mengasah nalar sekaligus menghidupkan nurani. Sebuah langkah berani menuju masa depan pendidikan yang tidak hanya membentuk kepala, tetapi juga hati dan karakter bangsa. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button