Nasional

PKS Nilai Putusan MK Terkait Pemilu Berpotensi Langgar Konstitusi

INDOPOSCO.ID – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal Pemilu DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota diselenggarakan antara dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden, Wakil Presiden, DPR, dan DPD berpotensi melanggar konstitusi dan melewati batas kewenangan MK.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Badan Legislasi DPP PKS, Zainudin Paru dalam keterangan, Minggu (6/7/2025). Ia menegaskan bahwa keterpilihan anggota DPRD adalah hasil dari Pemilu yang harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali, sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945.

“Perpanjangan masa jabatan anggota DPRD tanpa Pemilu adalah bentuk tindakan inkonstitusional. Hal ini melanggar Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945, baik dari sisi waktu maupun subjek lembaga yang diatur,” tegasnya.

Ia menambahkan, perubahan fundamental terhadap norma-norma konstitusi seharusnya menjadi kewenangan pembentuk Undang-Undang Dasar (UUD), bukan Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena itu, Zainudin menyebut bahwa putusan MK tersebut telah melangkah terlalu jauh. “MK seolah-olah mengambil alih peran pembentuk UUD, padahal ranah itu bukan kewenangannya. Ini menjadi preseden buruk dalam sistem ketatanegaraan kita,” ungkapnya.

Terkait Pilkada yang turut diatur dalam Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024, Zainudin mengkritisi inkonsistensi Mahkamah. MK dinilai tidak memiliki posisi tetap mengenai apakah Pilkada masuk dalam rezim pemerintahan daerah atau kepemiluan.

“Putusan ini seharusnya masuk dalam ranah manajemen pemilu, bukan konstitusionalitas. Ketidakkonsistenan ini semakin memperlemah posisi hukum MK, apalagi dalam putusan sebelumnya No. 85/PUU-XX/2022, Pilkada disamakan dengan Pemilu,” jelasnya.

Dia menyinggung mengenai model keserentakan Pemilu yang seharusnya dikembalikan kepada pembentuk undang-undang melalui kebijakan hukum terbuka (open legal policy), sebagaimana ditegaskan dalam Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019.

“Meski pasal-pasal yang diuji dalam perkara ini belum secara eksplisit diubah, kenyataannya model keserentakan telah ditetapkan dan dijalankan pada 2024,” katanya.

“Maka, pembentuk undang-undang perlu mengambil kembali fungsi legislasinya untuk memastikan pelaksanaan Pemilu sesuai dengan UUD 1945,” sambungnya. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button