Habiskan Anggaran dan Kinerja Turun, Akademisi Nilai Fungsi KPK Tak Dibutuhkan Lagi

INDOPOSCO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya mencari panggung seolah-olah bekerja. Padahal dipastikan mereka tidak akan berani.
Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Dewan Pembina Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45) Jakarta, Rudyono Darsono dalam podcast UTA di Jakarta, Sabtu (5/7/2025).
Menurut Rudyono, selama komposisi kepemimpinan KPK saat ini maka kasus-kasus korupsi yang melibatkan Budi Arie dalam kasus dugaan judi online (Judol), Nadiem Makarim dalam kasus dugaan pengadaan laptop termasuk Bobby Nasution tidak akan diselesaikan.
“Jangan berharap KPK akan menyentuh warga majikannya sendiri. Jadi kita lupakan ajalah ya,” tegasnya.
“Ini kan mertuanya yang ngebentuk KPK sekarang. Ini kan orang pilihan-pilihannya Jokowi. Apa mungkin berani nyentuh majikannya? Kan sesuatu yang enggak masuk akal ya,” sambungnya.
Dia mengakui, KPK awalnya dibentuk karena kegagalan polisi dan Kejaksaan Agung dalam memberantas korupsi pada masa Orde Baru. Namun sejak era Presiden Jokowi, lembaga anti rasuah tersebut sudah dirusak.
“Kita selalu sampaikan ya kayaknya mungkin sudah penuh dunia digital ini, dunia maya ini dengan pelanggaran etika dan pelanggaran fungsi dari pembentukan atau tujuan dari pembentukan KPK itu sendiri,” ujarnya.
Bahkan saat ini, lanjut dia, KPK lebih disibukkan dengan masalah internal lembaga. Semua masalah hendak dipegang tetapi semua berantakan, semua dijadikan alat-alat untuk pemerasan.
“Lihat semua kejadian, enggak ada yang beres ya. Masak KPK kerocok-kerocok ditangkepin, sampai katanya ada tukang pedagang kaki lima juga ditangkap, dijadikan tersangka. Nah, sedangkan yang bangsat-bangsat dan banditnya bebas,” ujarnya.
Ia menilai saat ini Kejagung sudah bermain sangat cantik, sangat baik dalam fungsi pengawasan dan pemberantasan korupsi. Jika Kepolisian kembali kepada fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), maka sebenarnya KPK sudah tidak dibutuhkan lagi.
Menurut dia, keberadaan KPK sekarang ini hanya menghabis-habiskan dana yang harusnya bisa dimanfaatkan untuk menambah atau minimal dapat diberikan untuk menutupi sedikit dari permasalahan kebutuhan masyarakat yang pasti jauh lebih penting dari pada membiayai KPK.
“Presiden Prabowo lebih baik memanfaatkan dana yang selama ini dialokasikan ke KPK untuk digunakan menambah kesejahteraan masyarakat yang sudah sangat terpuruk ini. Jangan dihambur-hamburkan untuk mempertahankan sebuah badan yang sudah enggak ada manfaatnya sama sekali,” tegasnya.
Ia juga sepakat dengan sikap Presiden Prabowo yang tidak mengizinkan KPK masuk sebagai lembaga pengawas Danantara. Karena kalau melibatkan KPK, bisa saja Danantara yang dibentuk untuk menyaingi Temasek, malah diacak-acak oleh oknum-oknum di KPK ini yang ujung-ujungnya bisa dijadikan ajang pemerasan lagi.
“Udah biar Kejaksaan Agung yang bermain, Kejaksaan Agung yang menjaga, yang melototin, mengawasi,” tegasnya.
Sebagai seorang pendidik dan banyak berkecimpung di bidang hukum, ia melihat KPK sudah terlalu banyak drama, menjalankan pesanan-pesanan oknum dan koruptor. “Kan banyak kasus-kasus yang dengan alasan karena kita kekurangan penyidik lalu dihentikan. Tetapi pergi ke tempat lain bisa,” katanya.
Rudyono juga mengingatkan kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo jangan hanya manipulatif. “Satu sisi kita bicara efisiensi, satu sisi kita bicara tentang pemborosan yang gila-gilaan gitu kan. Ini yang kadang-kadang enggak match juga di mata para pendidik ini kan di mata dunia pendidikan lah minimal,” ujar Rudyono.
Sebelumnya, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo menegaskan, KPK bisa saja memanggil dan memeriksa Gubernur Sumatra Utara (Sumut), Bobby Nasution, jika menemukan bukti keterlibatan dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut, dan di Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut.
“Kami bisa saja memanggil dan memeriksa Pak Bobby Nasution, jika menemukan bukti keterlibatan dalam kasus dugaan korupsi,” kata Budi di Jakarta, Rabu (2/7/2025) kemarin. (nas)