Bapenda Minta Masyarakat Tak Terjebak Polemik Pajak Olahraga, Ini Alasannya

INDOPOSCO.ID – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jakarta memberikan penjelasan terkait penerapan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam kategori jasa hiburan, khususnya pada sektor olahraga permainan yang ramai diperbincangkan.
Kepala Bapenda Provinsi Jakarta, Lusiana Herawati mengatakan melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan bahwa olahraga permainan, seperti tempat kebugaran, lapangan futsal, kolam renang, hingga tempat biliar, merupakan bentuk jasa persewaan yang tergolong sebagai objek pajak hiburan.
“Hal ini diperkuat oleh Keputusan Kepala Bapenda Nomor 257 Tahun 2025 yang merinci jenis olahraga permainan yang terkena pajak,” katanya dalam keterangan pada Sabtu (5/7/2025).
Menurutnya, pengenaan pajak hiburan sebesar 10 persen atas olahraga permainan, termasuk olahraga padel, bukan kebijakan barumelainkan penyesuaian nomenklatur dan klasifikasi jenis pajak daerah yang telah berlangsung sejak lama.
“Jenis olahraga permainan seperti squash, renang, futsal, dan tenis telah dikenakan pajak hiburan sejak bertahun-tahun lalu,” ujarnya.
Lusiana menjelaskan, kebijakan ini berlandaskan prinsip keadilan fiskal dan transparansi pengelolaan pajak.
“Yang terpenting, pemungutan pajak dilakukan secara adil dan uangnya digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa Pajak Hiburan bukan jenis pajak baru, melainkan bagian dari sistem perpajakan daerah yang sudah ada sejak Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997.
“Ketentuan ini kemudian diperkuat dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dan terakhir diperbarui melalui UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang memperkenalkan klasifikasi baru bernama PBJT,” tandansya
Selain itu, Lusiana menuturnan, PBJT mencakup berbagai sektor, mulai dari jasa makanan-minuman, listrik, perhotelan, parkir, hingga hiburan.
Dalam konteks hiburan, negara membedakan antara hiburan mewah yang dikenakan tarif tinggi 40–75 persen, dan hiburan umum seperti olahraga permainan yang hanya dikenai tarif 10 persen bahkan lebih rendah dari PPN nasional sebesar 11 persen.
“Olahraga tetap penting untuk kesehatan jasmani dan rohani. Namun di sisi lain, masyarakat juga ikut serta bergotong royong membayar pajak. Ini adalah bentuk kontribusi bersama demi pembangunan,” tutur Lusiana.
Ia mengajak masyarakat untuk tidak terjebak pada polemik, melainkan melihat pajak sebagai bagian dari semangat gotong royong kebangsaan yang menopang keberlangsungan pelayanan publik.
“Pajak bukan sekadar pungutan, melainkan investasi sosial bagi kesejahteraan bersama. Kita sehat, negara pun kuat,” pungkasnya. (fer)