Transformasi PPDB ke SPMB, Wujudkan Pendidikan Inklusif, Merata, dan Adil

INDOPOSCO.ID – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah melakukan evaluasi terhadap kebijakan sistem pendidikan. Salah satunya adalah mengubah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB), baik untuk jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen), Gogot Suharwoto, menjelaskan bahwa transformasi ini merupakan hasil evaluasi mendalam terhadap pelaksanaan PPDB sejak 2017 hingga 2024.
Ia menyebut, dari data evaluasi menunjukkan masih adanya penyimpangan dalam proses seleksi, penurunan jumlah sekolah unggulan, serta ketimpangan persepsi terhadap sekolah negeri dan swasta.
“Kita harapkan bisa selesaikan semua itu, tetapi tetap kita perlu melakukan mitigasi sedini mungkin,” kata Gogot di Jakarta, Sabtu (26/4/2025).
“Kita masih punya tantangan besar yang harus dihadapi, yaitu kesenjangan mutu pendidikan. Kita masih punya persepsi bahwa sekolah negeri itu lebih baik dan lebih murah, sehingga masih ada potensi-potensi intervensi dalam proses seleksi. Oleh karena itu, kita perlu melakukan mitigasi untuk mengatasi akar permasalahan tersebut,” sambungnya.
Ia menjelaskan, sistem SPMB kini mengatur jalur masuk melalui empat skema, yakni domisili, prestasi (baik akademik maupun non-akedemik), afirmasi, dan mutasi. Salah satu perubahan signifikan dalam SPMB terjadi pada jenjang SMP dan SMA, di mana proporsi jalur domisili dikurangi, sementara kuota untuk jalur afirmasi dan prestasi ditambah.
Adapun untuk jenjang SD, masih ujar Gigit, persentase jalur penerimaan tetap dipertahankan sebagaimana sebelumnya. Untuk SPMB SMP, kuota domisili minimal 40 persen, afirmasi minimal 20 persen, prestasi minimal 25 persen, dan mutasi maksimal 5 persen.
Untuk SPMB SMA, lanjut dia, kuota domisili minimal 30 persen, afirmasi minimal 30 persen, prestasi minimal 30 persen, dan mutasi maksimal 5 persen. Hal ini dilakukan untuk memberikan ruang lebih besar bagi calon murid dari keluarga ekonomi tidak mampu, penyandang disabilitas, dan calon murid berprestasi.
“Penambahan kuota jalur afirmasi dilakukan berdasarkan hasil pembahasan bersama Menteri Sosial. Dari data yang kami himpun, sekitar 80 persen anak yang rentan tidak melanjutkan pendidikan berasal dari keluarga tidak mampu,” ungkapnya.
“Oleh karena itu, jalur afirmasi ini difokuskan untuk murid dari keluarga kurang mampu, termasuk di dalamnya anak-anak penyandang disabilitas,” imbuh Gogot. (nas)