PAW Lewat Parpol Digugat, Begini Tanggapan Golkar dan Gerindra

INDOPOSCO.ID – Sejumlah warga mengajukan gugatan ke Mahakamah Konstitusi (MK) terhadap pasal yang mengatur hak partai politik (parpol) melakukan pergantian antarwaktu (PAW) terhadap anggota DPR. Pemohon meminta agar PAW dilakukan lewat pemilu di daerah pemilihan atau dapil anggota DPR yang akan diganti. Sejumlah elit parpol pun mengkritisi hal tersebut, di antaranya dari Partai Golkar dan Gerindra.
Bagi Sekjen DPP Partai Golkar sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Sarmuji, gugatan tersebut dikhawatirkan akan menguras energi.
“Pemilihan sekali saja sudah menguras energi besar, apalagi bertarung lagi untuk berebut kursi PAW,” kata Sarmuji kepada wartawan, Rabu (23/4/2025).
Sarmuji mengaku menghormati gugatan tersebut. Namun, menurutnya, aturan yang ada saat ini telah sesuai, hanya perlu konsistensi.
“Kami menghargai gugatan warga negara. Tapi menurut kita, aturan yang sekarang, asalkan partai menerapkan secara konsisten, sudah cukup,” ujarnya.
Sarmuji menilai aturan yang ada saat ini telah memenuhi kepastian dan keadilan hukum. Kata dia, PAW calon anggota terpilih ialah pemilik suara terbanyak berikutnya hasil dari pemilu.
“Hanya, memang perlu konsistensi partai politik. Kalau harus pemilihan lagi, saya khawatir caleg pengganti tidak berminat lagi dan sudah kehabisan energi,” jelasnya.
“Gugatan ini kan karena beberapa partai tidak konsisten menerapkan PAW dengan suara terbanyak berikutnya,” imbuh dia.
Kritikan juga datang dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, yang mengaku bingung terhadap gugatan pasal yang mengatur hak partai politik melakukan PAW terhadap anggota DPR. Dia menilai mekanisme PAW yang diatur di Undang-Undang MD3 sudah sesuai dengan amanat konstitusi.
Habiburokhman awalnya menyoroti adanya dua permohonan yang sama di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait PAW anggota DPR tersebut. Ia pun bertanya apa ada yang menggerakkan isu tersebut.
“Saya bingung juga kok bisa ada dua permohonan dengan konstruksi yang hampir sama. Apakah ada yang menggerakkan mereka?” kata Habiburokhman saat dihubungi.
Ia lantas bicara soal aturan PAW anggota DPR yang diatur di UU MD3. Menurutnya, aturan itu sudah sesuai dengan Pasal 22 E ayat (4) UUD 1945.
“Yang berbunyi peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik,” ucapnya.
Menurutnya, saat ini yang terjadi masyarakat memilih partai politik lebih dulu baru kemudian calegnya. “Faktanya pemilih memang memilih partainya dahulu dan baru kemudian memilih caleg,” imbuhnya.
Selain itu, Ketua Komisi III DPR ini melihat aneh jika PAW anggota DPR dilakukan lewat pemilu dapil. Pasalnya, lanjut dia, anggota DPR mulanya harus menjadi anggota partai.
“Untuk jadi anggota DPR dan DPRD caleg harus menjadi anggota partai, aneh kalau partai tidak memiliki kewenangan terhadap anggota legislatifnya,” ujarnya.
Ia pun meminta pihak-pihak yang mencoba memecah belah anggota DPR dan partai untuk segera berhenti. Dia menyebut partai merupakan cerminan rakyat.
“Berhentilah memecah belah antara anggota DPR dan partainya dengan mengatasnamakan aspirasi rakyat. Partai dan dipertentangkan dengan rakyat, sebaliknya partai adalah cerminan rakyat,” pungkas dia.
Sebelumnya, sejumlah warga mengajukan gugatan terhadap pasal yang mengatur hak partai politik melakukan PAW terhadap anggota DPR. Pemohon meminta agar PAW dilakukan lewat pemilu di daerah pemilihan atau dapil anggota DPR yang akan diganti.
Dilihat dari situs Mahkamah Konstitusi, Selasa (22/4/2025), terdapat dua gugatan terkait hak PAW anggota DPR oleh partai. Gugatan pertama diajukan oleh Chindy Trivendy Junior, Halim Rahmansah, Insan Kamil, Muhammad Arya Ansar, dan Wahyu Dwi Kanang. Gugatan itu teregistrasi dengan nomor 41/PUU-XXIII/2025.
Berikutnya, ada gugatan yang diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Gugatan tersebut teregistrasi dengan nomor 42/PUU-XXIII/2025. Kedua gugatan itu sama-sama mempersoalkan pasal-pasal di dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).
Pada gugatan nomor 41, Chindy dkk hanya meminta MK menghapus Pasal 239 ayat 2 huruf d UU MD3. Mereka menganggap hak recall atau penggantian anggota DPR oleh partai yang diatur dalam pasal itu tidak lazim pada negara demokrasi dan bertentangan dengan prinsip representasi rakyat.
Sementara, Zico dalam gugatan nomor 42 menggugat setidaknya lima pasal dalam UU MD3 dan satu pasal dalam UU Pemilu. (dil)