Prabowo Hapus Kuota Impor, Begini Tanggapan Komisi VII dan XI DPR

INDOPOSCO.ID – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro, M.Si, menekankan penghapusan kuota impor yang diperintahkan Presiden RI Prabowo Subianto harus diarahkan untuk meningkatkan penerimaan negara serta melindungi produsen dalam negeri serta menjamin kesejahteraan petani.
Menurutnya, kebijakan ini perlu diterjemahkan sebagai reformasi sistem tata niaga impor yang lebih transparan dan adil.
“Instruksi Presiden Prabowo agar kuota impor dihapus, khususnya untuk komoditas pangan seperti daging sapi, harus dibaca sebagai upaya menghapus praktik kartel dan rente ekonomi yang selama ini terjadi dalam tata niaga impor. Tapi jangan berhenti sampai di sana, kebijakan ini harus mampu meningkatkan penerimaan negara dan menjamin kesejahteraan petani, peternak, dan nelayan,” ujar Fauzi dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Pernyataan Fauzi tersebut menanggapi arahan Presiden Prabowo dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa (8/4/2025), yang meminta penghapusan sistem kuota impor agar tidak dikuasai oleh segelintir pelaku usaha saja.
Lebih lanjut, Fauzi mengingatkan bahwa penghapusan kuota bukan berarti membuka pintu impor seluas-luasnya tanpa regulasi. Menurutnya, pemerintah perlu menyiapkan instrumen pengganti yang tetap menjamin perlindungan bagi pelaku usaha domestik namun dengan mekanisme pasar yang lebih terbuka dan terkendali.
“Penghapusan kuota bukan berarti liberalisasi impor. Negara harus hadir dengan instrumen yang memperkuat sisi penerimaan, seperti sistem tarif progresif, lelang izin impor terbuka, serta penguatan pengawasan agar tidak ada manipulasi harga dan data kebutuhan pangan,” tegas politisi dari Fraksi NasDem tersebut.
Fauzi juga mengingatkan bahwa sistem kuota selama ini banyak dikritik karena tidak transparan dan rawan praktik korupsi. Ia merujuk pada sejumlah kasus korupsi yang mencuat dalam sektor impor pangan seperti bawang putih, gula, hingga daging sapi.
“Sudah cukup kita menyaksikan bagaimana rezim kuota menyuburkan korupsi dan ketimpangan. Ini momentum penting untuk membenahi tata kelola impor agar benar-benar berpihak pada rakyat dan tidak lagi menjadi lahan basah segelintir elit,” tutupnya.
Sementara, Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini mengatakan bahwa gagasan penghapusan kuota impor oleh pemerintah akan berdampak negatif dan berpotensi melemahkan kekuatan ekonomi nasional secara signifikan, khususnya terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Menurutnya jika kebijakan ini diterapkan tanpa pengawasan dan pembatasan yang tepat, ekonomi nasional justru terancam mengalami kemerosotan. “Tsunami” produk impor berisiko memicu persaingan tidak sehat, mematikan industri lokal, dan menciptakan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang lebih masif.
“Persaingan pasar menjadi timpang. Produk impor dengan harga lebih murah dan biaya produksi rendah berpotensi menyingkirkan produk lokal,” jelas politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.
Tak hanya itu, Novita juga melihat jika kebijakan itu diterapkan maka permintaan terhadap produk nasional akan menurun seiring meningkatnya minat konsumen terhadap barang impor yang lebih terjangkau.
Lebih lanjut, Novita juga mengatakan bahwa Industri dalam negeri terutama yang masih dalam tahap awal akan kesulitan bertahan dan gagal tumbuh akibat tekanan pasar.
“Peningkatan pengangguran tak terelakkan jika UMKM dan industri lokal mulai gulung tikar. Ini diperburuk oleh kondisi daerah dengan UMR rendah atau SDM terbatas. Neraca perdagangan Indonesia bisa defisit akibat banjir impor tanpa penyeimbang ekspor dan kebijakan protektif,” tukasnya.
“Jadi perlu ada kebijakan protektif dan dukungan Nlnyata dalam merespons wacana penghapusan kuota impor, pemerintah perlu menetapkan langkah-langkah tegas. Misalnya: memberikan subsidi dan insentif kepada UMKM agar tetap kompetitif. Mendorong kampanye nasional untuk mempromosikan produk lokal. Menyediakan pelatihan digital dan pemasaran sebagai program advokasi UMKM,” pungkasnya menambahkan. (dil)