Nasional

Tanpa Perintah Pengadilan, Ketua Komisi III Nilai Pembongkaran Purajaya Batam Bermasalah

INDOPOSCO.ID – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, perobohan Hotel Purajaya Batam secara hukum tidak sah, karena dilakukan tanpa perintah pengadilan.

Habiburokhman mempertanyakan bagaimana bisa Hotel Purajaya dirobohkan dengan melibatkan aparat penegak hukum setempat tanpa adanya putusan pengadilan.

“Yang saya tahu, kalau eksekusi yang mengkoordinir adalah pengadilan, dasarnya putusan pengadilan, karena itu diundang penegak hukum setempat untuk ikut mengamankan pengosongan, itu kalau eksekusi,” kata Habiburokhman saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Perwakilan masyarakat adat Melayu di Senayan, Rabu (26/2/2025).

“Kalau ini (perobohan Hotel Purajaya) saya enggak tahu judulnya apa, saya tidak mengenal dalam istilah hukum kalau tanpa putusan pengadilan, ini bukan eksekusi,” lanjutnya.

Karena hal tersebut Ketua Komisi III tersebut mendorong adanya Panitia Kerja (Panja) pengawasan terhadap kasus mafia lahan di Batam.

Sebelumnya, perwakilan masyarakat adat Melayu memaparkan masalah perobohan gedung bersejarah adat Melayu di Batam yaitu Hotel Purajaya. Diduga perobohan Hotel saksi sejarah berdirinya Provinsi Kepulauan Riau ini terkait dengan mafia lahan di Pulau Batam.

Ketua Saudagar Adat Melayu Kota Batam Megat Rury Afriansyah, menceritakan, perobohan hotel miliknya janggal, karena dilakukan saat proses hukum sedang berlangsung. Bahkan, lanjut dia, perobohan dilakukan tanpa putusan pengadilan, ditambah dengan dukungan aparat hukum dan satpol PP.

“Yang janggal adalah PT Pasifik Estatindo Perkasa langsung merobohkan hotel tersebut di saat proses hukum sedang berlangsung tanpa ada putusan pengadilan kelas ini sangat menyakitkan dan janggal,” kata Megat.

Di tempat yang sama, Ketua Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepulauan Riau, Tok Maskur meminta agar Komisi III mengusut tuntas kasus dugaan mafia lahan yang telah terjadi sejak lama Pulau Batam, salah satunya permasalahan Hotel Purajaya ini.

Ia mengatakan, Hotel Purajaya sendiri punya sejarah besar karena menjadi saksi dalam kelahiran provinsi Kepulauan Riau. “Sejarah itu kini hilang, tanpa ada putusan pengadilan, dan kami di tanah Melayu sudah lama didzolimi hingga saat ini. Padahal kami sudah lama ikut andil dalam pembangunan di negeri ini,” kata Maskur.

“Maka mohon hormat Komisi III, tolonglah bantu, kami berharap dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Komisi III, kembalikan keadilan di tanah kami,” imbuhnya.

Diketahui, hadir dalam RDPU tersebut, kelompok masyarakat adat Melayu diwakili sejumlah tokoh, seperti Ketua Saudagar Adat Melayu Kota Batam Megat Rury Afriansyah, Ketua Harian Gerak Garuda Nusantara Azhari, tokoh adat Said Andi, dan Ketua Bidang Hukum Lembaga Adat Melayu Tok Maskur. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button