Nasional

MUI Usul Sertifikasi Jadi Penguatan Kompetensi Juru Dakwah, Ini Alasannya

INDOPOSCO.ID – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut baik gagasan untuk diselenggarakan program sertifikasi juru dakwah. Pernyataan tersebut diungkapkan Wakil Ketua Wantim MUI, Zainut Tauhid Sa’adi dalam keterangan, Rabu (11/12/2024).

Secara pribadi, menurut dia, program tersebut lebih tepat menggunakan istilah program penguatan kompetensi juru dakwah. Karena istilah sertifikasi terkesan formalistik dan penyeragaman.

“Saya lebih senang menggunakan istilah program penguatan kompetensi juru dakwah dari pada sertifikasi,” ucapnya.

“Saya tidak bisa membayangkan kalau program sertifikasi juru dakwah nanti diberlakukan, maka hanya para juru dakwah yang memiliki sertifikat saja yang boleh berceramah. Sementara para ustad dan kyai kampung yang tidak memiliki sertifikat, mereka tidak boleh berdakwah. Padahal secara keilmuan mereka memiliki kemampuan,” imbuhnya.

Lebih jauh ia mengungkapkan, program penguatan kompetensi juru dakwah dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi penceramah agama dalam berdakwah, baik dari aspek materi, metodologi, maupun wawasan kebangsaan.

Materi yang disampaikan bisa meliputi isu-isu aktual keagamaan, relasi agama dan negara, wawasan kebangsaan, moderasi beragama, literasi media digital, penanggulangan terorisme, strategi dakwah di kalangan gen Z dan lain sebagainya. “Substansi materi penguatan kompetensi lebih pada pengayaan wawasan dan penguatan metodologi dakwahnya,” katanya.

Disamping itu, menurut dia, program penguatan kompetensi juga diharapkan agar para juru dakwah bisa mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama, toleransi dan sikap inklusivisme dalam berdakwah.

Program ini, menurutnya, harus bersifat sukarela atau voluntary, bukan sebuah keharusan atau mandatory. Pesertanya pun bisa perorangan atau utusan dari ormas Islam, majelis taklim, dan lembaga keagamaan Islam lainnya.

Sementara penyelenggaranya, masih ujar dia, bisa Kementerian Agama (Kemenag) atau Ormas Islam, Lembaga Keagamaan Islan dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam baik negeri maupun swasta.

“Bahwa setelah mereka mengikuti program penguatan kompetensi kemudian diberikan sertifikat itu tidak masalah,”.

“Jadi menurut saya penekanannya bukan pada sertifikasinya tetapi lebih pada penguatan kapasitas juru dakwahnya,” imbuhnya. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button