Nasional

Pakar Dorong Reformasi Subsidi Energi: Potensi Hemat Rp50 Triliun per Tahun

INDOPOSCO.ID – Reformasi subsidi energi di Indonesia kembali menjadi sorotan. Think tank independen Centre for Policy Development (CPD) mendorong pemerintah untuk mengubah skema subsidi energi dari yang berbasis komoditas menjadi subsidi langsung yang lebih tepat sasaran. Menurut Senior Policy Adviser Indo-Pacific CPD, Ruddy Gobel, langkah ini dapat menghemat hingga Rp50 triliun per tahun, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi hingga 8% serta mempercepat transisi ke energi baru terbarukan (EBT).

Subsidi Berbasis Komoditas: Beban Fiskal yang Menggerogoti

Subsidi energi saat ini, seperti LPG dan listrik, sering kali dinikmati oleh kelompok masyarakat yang tidak benar-benar membutuhkan. Bahkan, pada 2022, total subsidi energi mencapai Rp502 triliun, atau sekitar 22,3% dari total pengeluaran pemerintah. Ruddy menyebutkan subsidi energi yang tidak tepat sasaran ini ibarat “kanker” yang terus menggerogoti fiskal Indonesia.
Sebaliknya, subsidi langsung yang hanya diberikan kepada rumah tangga miskin dan rentan dapat menciptakan efisiensi anggaran. CPD mencatat potensi penghematan sebesar Rp33,7 triliun dari subsidi LPG dan Rp23,8 triliun dari subsidi listrik.

Skema Subsidi Baru: Efisien dan Lebih Adil

Dalam skema baru yang diusulkan, rumah tangga miskin akan menerima bantuan langsung berbentuk dana tetap bulanan. Berdasarkan data Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tahun 2020, CPD mengidentifikasi 29,2 juta rumah tangga yang layak menerima subsidi LPG dan 27,2 juta rumah tangga layak subsidi listrik.
1. Subsidi LPG
o Usulan subsidi tetap: Rp45.000 per bulan.
o Dengan konsumsi rata-rata 9 kg LPG per bulan, penghematan bisa mencapai Rp33,7 triliun dari total anggaran Rp49,5 triliun.
2. Subsidi Listrik
o Usulan subsidi tetap: Rp95.000 per bulan.
o Total anggaran yang dibutuhkan Rp31 triliun, menciptakan penghematan Rp23,8 triliun dari total pengeluaran Rp54,8 triliun.
o
Distribusi Subsidi Melalui Transfer Elektronik

Subsidi akan disalurkan melalui transfer dana elektronik yang terhubung dengan transaksi pembelian LPG dan listrik. Skema ini akan diintegrasikan dengan program bantuan sosial seperti BPNT dan PIP. Pemerintah juga didorong bekerja sama dengan sektor perbankan dan layanan keuangan lokal untuk menjangkau masyarakat di daerah terpencil.
Mendukung Transisi Energi Baru Terbarukan (EBT)

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2033, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 68 GW, dengan 67% atau 46 GW berasal dari EBT. Untuk merealisasikan target ini, diperlukan pendanaan sekitar Rp400 triliun. Ruddy menilai bahwa penghematan dari reformasi subsidi energi bisa menjadi sumber pendanaan yang signifikan.
“Jika kita bisa menghemat Rp50 triliun per tahun, maka dalam lima tahun saja kita bisa menyumbang Rp250 triliun untuk mendukung transisi energi,” tegas Ruddy.(WIB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button