Nasional

Menimbang Jurus “Bangun Desa” Mendes PDT

Oleh: Dede Rohana Putra, anggota DPRD Provinsi Banten

INDOPOSCO.ID – Respon positif diberikan Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam hearing dengan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto, di Gedung Parlemen belum lama ini. Komisi V menilai mitranya tersebut telah memulai langkah yang baik, khususnya dalam belanja masalah.

Sebagaimana diketahui, Yandri tidak hanya berkunjung ke desa di Provinsi Jawa Timur dalam beberapa jam, melainkan menginap di rumah warga dari desa satu ke desa lainnya. Meski bisa dimaknai sebagai aksi simbolik, namun itu merupakan bentuk pemihakan terhadap masyarakat desa.

Para wakil rakyat di rapat tersebut juga menyatakan mendukung upaya Mendes PDT dalam melibatkan pihak swasta. Mereka tidak boleh hanya mendapatkan keuntungan dari pemanfaatan sumber daya yang dimilik desa. Lebih dari itu, kehadirannya juga kudu memberikan dampak bagi warga desa.

Apa yang dilakukan warga Desa Kembangbelor, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur patut menjadi inspirasi bagi desa lainnya. Menurut Yandri, mereka sukses mengembangkan potensi yang ada di desanya. Modal pemandangan alam berupa hutan pinus, berhasil diolah oleh masyarakat menjadi spot wisata. Hebatnya lagi, mereka tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) ataupun dana desa.

Hal itu merupakan pemikiran kreatif warga dalam mensiasati dana desa yang jumlahnya tidak besar. Pada dasarnya keterbatasan anggaran negara bukanlah hambatan bagi desa untuk maju. Visi dan program yang prospektif dengan sendirinya akan menarik minat investor. Bila itu bisa diduplikasi oleh seluruh desa di Indonesia, maka Dana Desa nantinya bisa dioptimalkan untuk kebutuhan infrastruktur dasar dan sosial bagi warga.

Cerita lain dari Desa Ngoran di Kabupaten Blitar, Jawa Timur dimana penduduk di sana suskes meningkatkan nilai tambah kulit sapi menjadi alat musik yang diekspor ke luar negeri. Kegiatan ini menghasilkan valuasi ekonomi mencapai Rp17,5 miliar per tahun. Lagi-lagi masyarakat desa tidak selau bergantung dari bantuan negara. Melainkan bertumpu pada kerja kolektif, dan menunjukkan attraction yang menarik bagi pihak swasta.

Bertolak dari kunjungannya ke puluhan desa, dalam lima tahun ke depan, Kementerian Desa PDT menetapkan 10 Program Strategis untuk mempercepat pembangunan desa. Pertama, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pendukung Ketahanan Pangan dan Makan Bergizi Gratis.

Dalam program ini, Kemendes akan menggerakkan BUMDes untuk berperan dalam budidaya dan konsolidasi petani, pekebun, serta nelayan, sekaligus mengelola lumbung pangan desa dan menyediakan makanan bergizi gratis. Jangan sampai program raksasa dari Presiden Prabowo Subianto hanya menguntungkan sebagian kalangan. Justru masyarakat desa harus menikmatinya.

Potensi pertanian dan peternakan yang ada di desa, dapat dioptimalkan untuk mendukung program tersebut. Meski produksi susu nasional dalam jangka pendek belum memenuhi program tersebut, namun ke depan, momentum itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kemandirian pangan di desa.

Dengan daya serap yang pasti dari negara, maka petani akan memiliki energi lebih untuk terlibat dalam pemenuhan susu, sayuran dan daging. Selama ini bukan petani yang tidak produktif, namun maraknya impor dan kurangnya pemihakan negara, membuat mereka kerap merugi.

Kedua, mendorong berkembangnya Desa Ekspor. Dalam konteks ini, Kementerian Desa PDT mendorong desa untuk memiliki produk unggulan berskala ekspor, baik yang dikelola oleh BUMDes maupun komunitas. Data menunjukkan, produk kerajinan asal Indonesia yang dapat diekspor antara lain Kain Batik, Kerajinan Kayu Ukir, Wayang, Anyaman, serta Logam dan Batu.

Semua itu hampir dapat dikembangkan di berbagai villages. Lebih jauh, potensi ekspor kerajinan tangan diperkirakan mencapai Rp14 triliun. Market pun terus meluas, tak hanya bergantung ke pasar tradisional seperti Jepang dan Eropa, melainkan juga ke non-tradisional seperti Afrika hingga Amerika Latin.

Data Kementerian Pariwisata dan juga Kementerian Ekonomi Kreatif, ekspor ekonomi kreatif hingga November 2022 sudah mencapai USD24,79 miliar, dengan nilai tambah Ekraf mencapai Rp1,236 triliun. Tentu ini potensi yang harus terus dijaga momentumnya, khususnya dengan semakin banyak keterlibatan desa dalam rantai produksi.

Tantangan Provinsi Banten

Ketiga, program Pemuda Pelopor Desa. Dalam rangka mengelola bonus demografi, Kemendes PDT akan memberdayakan pemuda desa melalui program pengembangan olahraga, pelatihan vokasi, dan magang di perusahaan untuk meningkatkan kapasitas mereka.

Rencana Mendes PDT di sektor ini layak disupport, khususnya di Provinsi Banten, mengingat angka pengangguran di provinsi Barat pulau Jawa masih cukup tinggi, sekitar 7,02 persen lebih, atau setara dengan 424,69 ribu orang. Jumlah tersebut di atas rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) nasional yang sekitar 4 persen.

Sebagai wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banten, penulis sangat mendukung setiap aksi dan kebijakan yang dapat menurunkan pengangguran. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam 12 tahun terakhir, tingkat pengangguran di Banten selalu lebih tinggi dibandingkan nasional. Itu artinya butuh lebih dari sekedar pemihakan, melainkan kerja ekstra dari seluruh stakeholders untuk menyediakan lebih banyak lapangan kerja.

Keempat, Konsolidasi Program Kementerian/Lembaga Masuk Desa. Kementerian Desa PDT akan mengonsolidasikan berbagai program sektoral dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang masuk ke desa, dengan tujuan pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

Namun ini tentu saja tidak mudah, karena dalam beberapa tahun terakhir, isu ego sektoral antar kementerian dan lembaga kerap menjadi tantangan klasik. Secara teori, sektor yang dimaksud adalah bagian dari suatu institusi atau organisasi. Penyakit ego-sektoral muncul bila satu atau beberapa sektor tidak ingin bekerja sama dengan sektor lainnya dengan alasan tertentu.

Secara historis, birokrasi itu sistem administrasi pemerintahan yang dikelola oleh departemen dan diisi oleh pejabat yang tidak dipilih oleh publik. Birokrasi itu bukan orang per orang, melainkan sistem yang menentukan perilaku orang. Setiap institusi besar, baik milik publik (pemerintah, non pemerintah) maupun swasta, diatur oleh birokrasi (Weber, 2015).

Oleh karenanya dibutuhkan “intervensi” dalam arti positif dari pimpinan nasional untuk “menertibkan” birokrasi, agar mendukung penuh program Presiden yang dijalankan kementerian. Tanpa adanya kesepahaman satu visi tersebut, maka ini lagi-lagi akan menjadi handicap yang menghambat pencapaian optimal. Kelima, mendorong Swasembada Energi di desa.

Program ini penting, mengingat masih ada 3.246 desa yang belum mendapatkan listrik. Salah satu pilihan untuk mengatasi keterbatasan akses listrik di desa (khususnya terpencil) dapat dilakukan melalui Pembangkut Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Posisi geografis Indonesia di garis katulistiwa menggaransi pasokan sinar matahari berlimpah hampir sepanjang tahun. Karunia ini harus dijadikan advantage untuk membangun desa. Secara teknis, instalasi panel surya relatif mudah dan cepat, serta memerlukan sedikit pemeliharaan dibandingkan dengan pembangkit listrik konvensional.

Selain itu, teknologi ini tidak memerlukan bahan bakar, sehingga mengurangi biaya operasional. Sebagai sumber energi terbarukan, PLTS tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca, sehingga ramah lingkungan dan mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.

SDGs dan Indonesia Emas 2045

Keenam, Program Desa Swasembada Air dan Desa Berketahanan Iklim. Kemendes juga akan mendukung desa untuk memenuhi kebutuhan air dan mengatasi tantangan perubahan iklim yang semakin nyata. Hal ini mendesak, sebagaimana tercantum dalam 17 Goals Sustainable Development Goals (SDGs), diantaranya goal keenam, Air Bersih dan Sanitasi Layak, dan ketigabelas, Penanganan Perubahan Iklim.

Ketujuh, Digitalisasi Desa dan Desa Wisata. Mendes PDT berkomitmen mendorong digitalisasi desa dan pengembangan desa wisata guna meningkatkan potensi desa dan kesejahteraan warganya. Sejauh ini setidaknya terdapat 22.544 desa yang masih terkendala koneksi internet. Ini bukan program baru, melainkan kelanjutan dari komitmen Kemendes di pemerintahan sebelumnya.

Kegunaan akses internet bukan hanya sebagai lifestyle warga desa, lebih dari itu agar setiap desa memiliki satu produk unggulan (One Village One Product). Dalam konteks itu, sambungan internet dibutuhkan untuk memperluas online market yang pertumbuhannya luar biasa dalam lima tahun terakhir.

Hal tersebut juga sesuai dengan amanat Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa yang termaktub dalam UU Desa Pasal 86 Ayat 1-3, yang berbunyi: (1) Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan kawasan perdesaan. (3) Sistem Informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia.

Kedelapan, mendukung Peningkatan Investasi Desa. Pemerintah berkomitmen melipatgandakan investasi desa dan menjalin kerjasama dengan korporasi nasional dan investor asing untuk memperbesar skala ekonomi desa. Kesembilan, Penguatan Pengawasan Dana Desa. Jangan sampai ketidakmampuan desa dalam mengelola dana desa membuat Kepala Desa berurusan dengan hukum. Oleh karenanya dibutuhkan pendampingan dan pengawasan dari Kementerian agar dapat meminimalisir potensi pelanggaran.

Kesepuluh, Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal. Pembangunan daerah tertinggal menjadi salah satu prioritas, karena wilayah-wilayah ini memiliki peran penting dalam mewujudkan Indonesia yang lebih merata. Melalui rencana aksi Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kemendes PDT berkomitmen untuk memajukan 10.463 desa yang saat ini masih berstatus tertinggal dan desa sangat tertinggal.

Dengan berbagai tantangan dalam menjalankan 10 program Kemendes PDT, sebagaimana disampaikan Yandri Susanto di DPR, kita patut memberikan kesempatan agar komitmen tersebut dapat dijalankan. Mengingat program tersebut juga baru berjalan—di pemerintahan baru—maka evaluasi dari parlemen dan publik akan dilakukan dalam beberapa bulan ke depan.

Kesimpulannya, terobosan oleh Kementerian Desa PDT patut diapresiasi, sekaligus diawasi agar pembangunan untuk masyarakat desa benar-benar tepat sasaran, sehingga mendukung pencapaian target SDGs Indonesia sebelum 2030. Dalam jangka panjang, dengan desa yang makin sejahtera, akan berdampak positif bagi kampanye mewujudkan Indonesia Emas 2045. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button