Nasional

Bela Negara di Era Digital, Genzy Bisa!

oleh Dede Rohana Putra M.Si, Anggota DPRD Provinsi Banten

INDOPOSCO.ID – Peradaban manusia makin berkembang dari waktu ke waktu. Kini kita berada di era digital, dimana terjadi percepatan kemajuan teknologi yang melampaui perkiraan selama ini. Masih dalam suasana kemerdekaan Indonesia, nilai kepahlawanan masih relevan saat ini. Khususnya dalam membela negara melalui platform digital. Modal sumber daya manusia (SDM) digital di kita cukup banyak, khususnya dari kalangan Generasi Z, atau Genzy, yang sejak lahir telah terpapar digitalisasi.

Di saat yang sama, ancaman terhadap negara berupa cyber attack semakin meningkat. Indikatornya dapat dilihat dari kasus peretasi yang terjadi berulang kali, termasuk menyasar kementerian dan lembaga pemerintah. Salah satu kasus yang menyita perhatian, saat Bjorka-sebuah nama anonim-melakukan peretasan, diikuti dengan case ransomware Brain Chiper.

Di sini kita bisa melihat bahwa sistem deteksi dini cyber security negara ini belum mumuni. Belum lagi penanganan atas serangan yang muncul, juga masih sporadis. Buktinya dalam empat tahun terakhir terjadi cyber attack yang tidak hanya mengakibatkan layanan publik terganggu. Lebih dari itu juga berpotensi mengancam keamanan negara. Mulai dari kebocoran data yang dialami oleh perusahaan lokapasar (marketplace) raksasa Tokopedia pada Mei 2020.

Saat itu, tak kurang dari 91 juta data pengguna meliputi email, nama lengkap, hingga kata sandi terindikasi diakses secara ilegal oleh pihak tertentu. Lalu pada November 2020 kejadian serupa menimpa perusahaan pembiayaan KreditPlus. Sekitar 2 juta data penggunanya dibocorkan oleh peretas.

Perusahaan marketplace lainnya juga mengalami nasib yang sama, dimana pada Maret 2021 platform e-commerce ini mengalami kebocoran 13 juta data pengguna. Beselang 2 bulan, tak kurang dari 279 juta data peserta BPJS Kesehatan bocor dan diduga diperjualbelikan di forum dark web Raid Forums. Tak berhenti di situ, pada Juni 2021, BRI Life juga mengalami kebocoran 2 juta data nasabah yang mencakup 463 ribu dokumen.

Berikutnya September 2021 giliran platform e-commerce IT Bhineka.com yang kebobolan 1,2 juta data pengguna. Memasuki 2022, kembali terjadi beberapa cyber attack. Pada bulan Agustus Bjorka beraksi membagikan 2,6 juta data yang dikalim milik pelanggan IndiHome di forum dark web Breached Forums. Di akhir Agustus, kelompok tersebut kembali beraksi dengan membagikan 1,3 miliar data kartu SIM milik pelanggan Indonesia di forum yang sama.

Serangan yang Tak Kunjung Padam

Lalu awal September Bjorka mengklaim berhasil mengambil 105 juta data DPT di situs Komisi Pemilihan Umum (KPU). Secara kumulatif, selama November 2022 terjadi lima kasus kebocoran data dalam sebulan. Mereka yang mengalami kebocoran adalah MyPertamina, PeduliLindungi, aplikator permainan Mobile Legends serta e-commerce Carousell dan Lazada. Memasuki Maret 2023 Bjorka berulah lagi dan menyebut berhasil membobol 19 juta data pelanggan BPJS Ketenagakerjaan dan merilisnya di Breached Forums.

Next, pada Mei 2023 grup ransomware LockBit mengklaim berhasil memegang 15 juta data nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) dan menjualnya di dark web. Yang lebih mencengangkan adalah ketika situs Pusat Malware Nasional (Pusmanas) milik Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) diretas dan terkena deface pada Oktober 2021. Padahal BSSN adalah lembaga negara yang bertugas mendeteksi dan mencegah cyber attack.

Kasus terbaru yang tak kalah mencengangkan yakni aksi grup ransomware Brain Chiper meretas dan mengunci akses Pusat Data Nasional (PDN) Sementara 2 Surabaya yang dikelola Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada Juni 2024. Peretasan ini berdampak pada 239 instansi pemerintah.

Fakta-fakta di atas mengkonfirmasi bahwa kita masih kurang sigap menghadapi cyber attack. Oleh karenanya, ke depan, perlu strategi tertentu untuk meningkatkan kapasitas institusi-institusi terkait, khususnya dalam peningkatan kualitas SDM cyber, agar kejadian serupa tak terulang lagi.

Di sisi lain, kita sejatinya memiliki modal untuk menangkis serangan cyber tersebut. Modal dimaksud, dimana Indonesia sedang mengalami bonus demografi usia produktif (15-64 tahun). Sebagian besar dari usia produktif tersebut adalah Gen-Z atau juga dikenal dengan Zilenial, yaitu anak-anak yang lahir tahun 1997 hingga 2012. Merujuk pada laporan yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2012 hingga 2035 negara ini diperkirakan memasuki masa bonus demografi usia produktif yang periode puncak pada tahun 2020-2030. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa jumlah penduduk usia produktif mencapai dua kali lipat dari jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia.

Bonus Demografi sebagai Modal

1 2Laman berikutnya
mgid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button