Ada Gap Dokter Spesialis, Kemenkes Akui Kebijakan Dokter Asing sebagai Cara Instan

INDOPOSCO.ID – Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi tidak mempersoalkan, anggapan yang menyebutkan kebijakan mendatangkan dokter asing ke Indonesia sebagai cara instan mengatasi permasalahan sektor kesehatan. Terutama terkait kurangnya jumlah dokter spesialis.
“Tidak masalah, cara instan untuk apa? memang tidak boleh masyarakat mendapat layanan kesehatan, kan buat menyelamatkan masyarakat, memberikan layanan kesehatan,” kata Nadia melalui telepon, Jakarta, Senin (8/7/2024).
Berdasar laman resmi Kemenkes, jumlah dokter umum di Indonesia hanya sebanyak 156.310 dokter. Dengan target 1 dokter umum per 1.000 penduduk, Indonesia masih kekurangan 124.294 dokter umum.
Rata-rata, terdapat sekitar 12 ribu lulusan setiap tahun dari 117 fakultas kedokteran (FK) di Indonesia. Sementara, jumlah dokter spesialis di Indonesia mencapai 49.670. Menurut Bappenas, rasio ideal dokter spesialis, yakni 0,28 per 1.000 penduduk. Artinya, Indonesia masih kekurangan 29.179 dokter spesialis.
“Jelas ya, bahwa rasio dokter per 1.000 (penduduk Indonesia) baru 0,4 persen. Itu dokter umum, kalau bicara dokter spesialis malah 0,02, 0,03 persen,” ujar Nadia.
Masih minimnya ketersediaan dokter spesialis di Indonesia, membuat masyarakat harus menunggu 10 tahun untuk mendapat penanganan masalah kesehatan. Sepertinya halnya operasi bedah jantung anak di RS Adam Malik, Sumatera Utara, Medan.
Maka penanganannya harus dilakukan dengan cepat, pemerintah bersama tim dokter King Salman Humanitarian Aid and Relief Center (KSRelief) dari Arab Saudi membantu melakukan operasi bedah jantung. Sebanyak 25 pasien telah ditangani sejak 25 Juni 2024 sampai 30 Juni 2024.
“Cara instan memang, karena tidak mungkin dipenuhi dokter kita. Itu cara instan mengakselerasi, supaya apa? masyarakat mendapat layanan kesehatan,” ucap Nadia.
Menurutnya, kebijakan mendatangkan dokter asing secara langsung tidak masalah karena pemerintah berupaya menyelamatkan nyawa masyarakat. Serta melakukan transfer of knowledge tentang bidang kesehatan.
“Kalau tidak cara instan dari mana kita bisa dapat dokternya dan tidak salah kan. Karena beneficiary (-red) ujungnya masyarakat,” jelas Nadia.
“Memperkecil gap, memperkecil gap itu kenapa? supaya masyarakat terlayani. Itu saja poinnya,” tambahnya.
Kebijakan mengimpor dokter asing menuai pro kontra di tengah masyarakat. Sempat ditentang sebagian pihak, termasuk Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Budi Santoso, yang akhirnya harus diberhentikan. Kemenkes telah membantah terlibat dalam pemecetan akademisi itu. (dan)