Dugaan Korupsi Tata Niaga Timah, Kuasa Hukum: Penetapan 4 Tersangka Cacat Hukum

INDOPOSCO.ID – Penasihat Hukum CV Venus Inti Perkasa (VIP), Andy Inovi Nababan mengatakan bahwa perkara yang menjerat keempat kliennya, yang masing-masing berinisial TN, AA, BY, dan HC dianggap cacat hukum.
Ia menegaskan, pihaknya merasa perlu memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 7 tahun 2014.
“Selama ini, opini publik telah digiring bahwa kerugian ekologis dapat dihitung sebagai kerugian negara. Namun, perlu diketahui bahwa Permen LHK 7/2014 dibuat untuk mengatur mekanisme penyelesaian sengketa perdata lingkungan baik di dalam maupun di luar pengadilan,” katanya saat ditemui di bilangan Jakarta Selatan, pada Kamis (13/6/2024).
Menurutnya, negara bertindak sebagai wali lingkungan karena lingkungan tidak dapat bertindak untuk dirinya sendiri. Peraturan ini bertujuan agar siapa pun yang merusak lingkungan dapat digugat dan bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan.
“Kami mempertanyakan bagaimana penyidik menggunakan metode perhitungan ekologis sebagai kerugian riil,” ujarnya.
“Menurut kami, ahli yang dijadikan rujukan Kejaksaan Agung serampangan menggunakan pasal ganti rugi kerugian lingkungan dan mengabaikan fakta bahwa perhitungan ini adalah perhitungan awal,” imbuhnya.
Ia menuturkan, penggunaan Permen LHK No. 7/2014 untuk menghitung kerugian riil dari suatu perbuatan yang diduga sebagai tindak pidana korupsi adalah tindakan sewenang-wenang dan zalim, terutama dengan mengatasnamakan lingkungan hidup.
“Ini adalah kekeliruan fatal dalam berpikir. Metode perhitungan ini kami anggap keliru dan tidak bisa digunakan untuk menjerat CV VIP dalam kasus tindak pidana korupsi,” tuturnya.
Ia menilai penyidik Kejagung melalui ahlinya, Bambang Hero Saharjo, yang melakukan penghitungan kerugian lingkungan hidup dan menjadikan kerugian keuangan negara adalah tindakan yang telah melanggar aturan perundang-undangan.
“Permen LHK No. 7/2014 bertujuan memberikan pedoman bagi instansi lingkungan hidup pusat atau daerah dalam menentukan dan menghitung kerugian lingkungan hidup,” tandasnya.
Lanjutnya, bukti penghitungan kerugian lingkungan hidup tersebut cacat hukum dan tidak memiliki nilai pembuktian.
“Mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang diatur oleh UUPLH No. 32 Tahun 2009 Jo. Permen LH No. 7 tahun 2014 adalah perhitungan kerugian ekologis, bukan perhitungan kerugian negara,” jelasnya.
PT Timah, sebagai anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), memiliki status hukum yang terpisah dari kekayaan negara.
Hal ini ditegaskan oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa modal anak perusahaan BUMN merupakan kekayaan mandiri dan terpisah dari BUMN induknya.
Ia menambahkan, kerugian yang dialami oleh PT Timah tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian negara.
“PP Nomor 47 Tahun 2017 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 menyatakan bahwa anak perusahaan BUMN, seperti PT Timah, memiliki modal yang terpisah dari kekayaan negara,” pungkasnya. (fer)