Nusantara

Pemberdayaan Masyarakat Kepulauan Berbasis Komoditas Rumput Laut

oleh: Alex Retraubun, Guru Besar Fakultas Perikanan, Universitas Pattimura

INDOPOSCO.ID – Pada wilayah berciri kepulauan baik provinsi maupun kabupaten/kota selalu terjadi dominasi wilayah laut dibandingkan dengan daratnya. Hal ini terjadi karena dipicu oleh banyaknya pulau dalam struktur geografi wilayah dimaksud.

Sekurang-kurangnya, perbandingan luas laut dan darat sebagai 2 banding 1 atau laut dua kali luas daratnya. Bahkan jarang terjadi luas laut sama persis dengan daratnya. Dengan kata lain jumlah pulau berbanding lurus dengan luas lautnya.

Salah satu contoh wilayah yang dibicarakan di atas adalah Provinsi Maluku. Provinsi ini memiliki luas wilayah 712.480 kilometer persegi (km2) dimana luas daratnya 54.185 km2 (7,6 persen) sementara luas lautnya 658.295 km2 (92,4 persen).

Kenyataan di atas mengkonfirmasikan bahwa luas wilayah laut Provinsi Maluku sebanyak 12 wilayah daratnya. Fakta demikian dipicu karena adanya 1.340 pulau yang berukuran kecil sampai besar.

Peta adminstratif Provinsi Maluku. Foto: Istimewa

Secara nasional hukum dan peraturan perundang-undangan Indonesia (Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 juncto UU. No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil) telah mendefinisikan bahwa pulau kecil adalah pulau yang berukuran lebih kecil atau sama dengan 2 ribu km2 dengan ekosistem darat dan lautnya sebagai satu kesatuan.

Artinya pulau yang luasan fisiknya di atas 2 ribu km2 otomatis dikategorikan sebagai pulau besar. Pulau besar di provinsi ini hanya terdiri dari Pulau Seram. Pulau Buru, P. Yamdena dan P. Wetar. Artinya pulau kecil mendominasi wilayah kepulauan tersebut di atas.

Luas laut yang masif seperti digambarkan di atas tentunya harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk pembangunan ekonomi wilayah melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat penghuni pulau (islanders).

Kolom air, sebagai habitat ini, harus dimanfaatkan untuk melipatgandakan produksi komoditas tertentu yang dapat dibudidayakan. Salah satu komoditas yang direkomendasikan adalah rumput laut.

Mengapa Rumput Laut?

Ada beberapa pertimbangan terkait karakter komoditas ini sekaligus untuk menjawab pertanyaan di atas. Pertama, komoditas ini hidup subur di perairan Indonesia sebagai wilayah tropis karena kebutuhan suhu yang cocok. Kedua, masa tanam yang relatif singkat yaitu hanya 45 hari sudah dapat dipanen.

Ketiga, dapat digunakan untuk bahan pengemas, pupuk, kertas dan biofuel. Keempat, dapat digunakan sebagai ingredient/bahan dari 500 end products (produk akhir). Kelima, harganya relatif tinggi dibandingkan dengan tingkat kesulitannya.

Karakter-karakter tersebut di atas membuat komoditas ini membutuhkan investasi yang kecil untuk membudidayakannya. Yang dibutuhkan adalah tali untuk dibentangkan di daerah pasang surut, bibit yang akan diikatkan di tali dan pelampung berupa botol air mineral bekas.

Cara membudidayakan rumput dan kebutuhannya. Foto: Istimewa

Demikian juga sangat banyak nilai tambah yang akan dinikmati kalau ditumbuhkan industrinya dari hulu ke hilir karena komoditas ini memiliki pohon industri yang bercabang banyak.

Ada tiga jenis rumput laut yang bernilai ekonomi tinggi di Indonesia yaitu Gracilaria yang menghasilkan agar dan Eucheuma untuk karaginan serta Sargassum untuk alginat.

Di Maluku terdapat kawasan budidaya laut seluas 158.486 hektare yang tersebar di semua kabupaten dan kota.

Aplikasi karaginan. Foto: Istimewa

Potensi kawasan tersebut di atas baru dimanfaatkan sebanyak 5,37 persen dengan produksi sebesar 268.510 ton dan hampir semuanya berupa rumput laut sebagai komoditas uggulan.

Pada umumnya ada tiga kelompok (grade) yang dapat dihasilkan dari jenis rumput laut tersebut di atas yang bisa kita lihat dalam keseharian kita yaitu kelompok makanan (food grade) seperti salad dressing, es krim, permen, jeli, dan bayak lagi.

Kemudian ada kelompok industri (industrial grade) seperti kertas, cat, pakan ternak, pengeboran, keramik dan banyak lagi. Terakhir kelompok obat obatan (pharmaceutical grade) seperti bahan gigi buatan, lotion, shampoo, kapsul, tablet, dan sebagainya.

Potensi dan Pemanfaatan Lahan Perikanan Budidaya di Provinsi Maluku. Foto: Istimewa

Harga rumput laut kering berkisar antara Rp7 ribu sampai dengan Rp15 ribu. Fluktuasi harga dipengaruhi oleh langkah tidaknya ketersediaannya. Untuk menghindari fluktuasi harga yang lebar maka dibutuhkan adanya usaha industri yang berlokasi dekat bahan baku sehingga usahanya menjadi lebih efisien.

Hasil analisis ekonomi usaha budidaya rumput laut di Maluku maka diperkirakan pendapatan pembudidaya sekitar Rp63.750.000 per hektare per tahun.

Gambaran analisa ekonomi usaha budidaya rumput laut di Provinsi Maluku. Foto: Istimewa

Bagaimana menumbuhkan usaha industri?

Untuk menumbuhkan industri rumput laut di suatu daerah dibutuhkan kebijakan nasional maupun daerah yang saling bersinergi.

Salah satu yang telah disepakati oleh pemerintah sekarang ini adalah larangan mengekspor bahan baku apapun dan menumbuhkan industri pengolahan komoditas apapun dalam negeri (hilirisasi industri).

Konsekuensi larangan ekspor maka produksi rumput laut sebagai bahan baku harus ditingkatkan disertai dengan pembangunan industri hilir yang lengkap.

Demikian juga memantau perkembangan dunia tentang penggunaan karaginan dan kompetitornya serta membuat kebijakan penggunaan karaginan di dalam negeri.

Agar kemajuan industri dicapai secara terukur maka diperlukan langkah pengembangan ke depannya. Berikut langkah-langkah yang harus ditempuh. Pertama, membuar roadmap pengembangan industri pengolahan rumput laut.

Kedua, mengukuhkan industri rumput laut sebagai prioritas oleh menteri berupa keputusan menteri untuk nasional dan gubernur untuk lokal.

Ketiga, membangun industri pada titik tertentu yang dekat dengan bahan bakunya. Langkah ini sebaiknya didasari pada kajian/penelitian lapangan agar menjamin tingkat akurasi secara ilmiah.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button