Pengamat Hukum Minta Nonaktifkan Febrie Adriansyah

INDOPOSCO.ID – Pengamat Hukum dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansah, menyoroti dugaan korupsi yang menyeret Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mendesak agar ia dinonaktifkan sementara.
“Bapak Presiden RI selaku kepala negara dan kepala pemerintahan diharapkan memberikan perhatian khusus terhadap isu ini. Demikian juga dengan Komisi III DPR RI selaku wakil rakyat, serta Bapak Jaksa Agung, Burhanuddin, agar untuk sementara menonaktifkan Jampidsus Febrie Adriansyah,” katanya kepada INDOPOS.CO.ID pada Selasa (28/5/2024).
Menurutnya, Febrie Adriansyah selaku Jampidsus Kejagung perlu dinonaktifkan sementara untuk memastikan proses penanganan kasus dugaan keterlibatannya dan beberapa pihak lainnya dalam tindak pidana korupsi terkait pelaksanaan lelang Barang Rampasan Benda Sita Korupsi, berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama yang diselenggarakan oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung, dapat berjalan secara objektif dan transparan.
“Semua ini tujuannya untuk transparansi penyelidikan KPK, maka dari itu sangat perlu sekali Presiden dan Jaksa Agung untuk mempertimbangkannya,” ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah dikonfirmasi INDOPOS.CO.ID melalui saluran selulernya belum memberikan keterangan resminya.
Diberitakan sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) bersama sejumlah organisasi masyarakat lainnya telah melaporkan dugaan korupsi yang menyeret Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menyatakan bahwa Febrie diduga terlibat dalam korupsi terkait pelaksanaan lelang barang rampasan berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU).
“Saham tersebut merupakan hasil sitaan dari kasus korupsi asuransi PT Jiwasraya yang dilelang oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung pada 18 Juni 2023 dan dimenangkan oleh PT Indobara Putra Mandiri (IUM),” katanya kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (27/5/2024).
Sugeng mengungkapkan bahwa PT IUM baru didirikan 10 hari sebelum pengumuman lelang dari Kejaksaan Agung.
“Proses lelang tersebut diduga sarat dengan permufakatan jahat dan kecurangan yang menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah,” ujarnya.
Berdasarkan perhitungan IPW dan sejumlah organisasi masyarakat, nilai saham perusahaan batubara di Kalimantan tersebut seharusnya mencapai Rp12 triliun. Namun, saham tersebut dijual hanya dengan harga Rp1,945 triliun, sehingga negara diduga mengalami kerugian hingga Rp7 triliun.
“Ketika disita oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Negeri Kutai Barat (Kubar) atau Kutai Kartanegara (Kukar) menyatakan bahwa nilai aset yang disita pada tahun 2023 sekitar Rp10 triliun,” kata dia.
Laporan tersebut disampaikan oleh Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Indonesia Police Watch (IPW), dan praktisi hukum Deolipa Yumara. (fer)